Abstract:
Keberadaan mainan di pasaran sangat beragam, mulai dari jenis, bentuk, fungsi, hingga harga jual. Salah satu mainan yang terkenal adalah boneka Barbie yang diproduksi oleh Mattel, Inc., perusahaan pembuat mainan asal Amerika Serikat. Mainan ini ditujukan untuk anak-anak perempuan mulai usia 3 tahun hingga dewasa. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan preferensi anak-anak yang cenderung memilih mainan berbasis teknologi dibandingkan permainan tradisional ataupun yang bersifat fisik. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah strategi pemasaran dalam suatu perusahaan untuk dapat tanggap terhadap kondisi pasar yang selalu berubah. Melihat fenomena yang ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk menganalisa apakah boneka Barbie tetap diminati oleh anak perempuan berusia 6-12 tahun, khususnya di Indonesia dan strategi serta bauran pemasaran apa yang efektif untuk pasar di Indonesia (suatu studi di Kota Bandung). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif dan eksploratif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi literatur, kuesioner, dan observasi. Sampel pada penelitian ini merupakan anak perempuan pada rentang usia 6-12 tahun di Kota Bandung yang mengetahui boneka Barbie. Sampel yang pada akhirnya menjadi 120 responden diambil dari empat sekolah dasar yang dipilih. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dimana untuk menganalisis kuesioner juga menggunakan sistem tabulasi silang (crosstab). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40% responden memilih permainan dalam smartphone sebagai mainan favoritnya. Selain itu, dari sejumlah responden yang masih senang bermain boneka menyatakan tidak lagi senang bermain Barbie dan preferensi dirinya terhadap mainan boneka telah berubah. Boneka Barbie yang dimilikin saat ini merupakan peninggalan mainan di masa kecil dan hanya dijadikan sebagai koleksi saja. Salah satu aspek yang masih disukai oleh responden adalah beragamnya aksesoris Barbie yang tersedia sehingga menambah kesan lucu pada boneka Barbie. Sedangkan wajah boneka Barbie dianggap membosankan, tidak variatif, dan memiliki kesan menyeramkan. Dari penelitian ini, saran untuk Mattel selaku perusahaan pembuat Barbie adalah melakukan inovasi produk boneka Barbie. Saran lainnya yaitu senantiasa mengadakan suatu kampanye yang mangajak anak perempuan dapat mengembangkan kreatifitas dan kepercayaan dirinya.