Abstract:
Industri kreatif merupakan salah satu pendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dengan kontribusi Rp922,59 miliar atau sebesar 7,44% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2016. Jawa Barat tercatat sebagai posisi pertama dari 10 provinsi yang memiliki kontribusi ekspor ekonomi kreatif terbesar, yaitu sebesar 31,96%. Selain itu, industri kreatif juga memberikan kontribusi pada nilai ekspor Indonesia pada angka Rp119 triliun pada tahun 2013. Industri kreatif memiliki 18 subsektor di dalamnya dan 3 subsektor terbesar di Jawa Barat adalah kuliner dengan 58,4%, kriya dengan 14,2%, dan fesyen dengan 10,5%. Di balik gemilangnya industri kreatif bagi perekonomian nasional, industri kreatif juga mengalami masalah. Industri kreatif memiliki pertumbuhan yang cukup lambat dan pada tahun 2016, industri kreatif tidak dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Pertumbuhan PDB industri kreatif hanya terealisasi sebesar 4,95%, sedangkan target yang ditetapkan adalah 5,21%. Selain itu, ekonomi kreatif ditargetkan sebesar 12% dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), namun hanya terealisasi sebesar 7,44%. Angka pertumbuhan PDB dan pembangunan industri kreatif belum mencapai target. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan guna meningkatkan angka pertumbuhan industri kreatif dan angka pertumbuhan PDB industri kreatif lewat analisa risiko pada supply chain management 9 pelaku industri kreatif dan subsektor fesyen, kuliner, dan kriya di Kota Bandung.
Peneliti menggunakan faktor risiko makro dan faktor risiko mikro untuk menganalisa pelaku industri kreatif. Faktor risiko makro adalah elemen-elemen yang berada di luar kendali organisasi atau jaringan pasokan organisasi dan sering disebut sebagai bencana alam, perang, terorisme, ketidakstabilan politik, dll. Faktor risiko makro memiliki 6 dimensi di dalamnya, yaitu indikator politik (politic), indikator ekonomi (economic), indikator sosial (social), indikator teknologi (technological), indikator hukum (legal), dan indikator lingkungan (environmental). Faktor risiko mikro adalah elemen yang melekat pada organisasi dan jaringan pasokan organisasi. Faktor risiko mikro memiliki 6 dimensi di dalamnya, yaitu indikator risiko pemasok (supply risk), indikator risiko manufaktur (manufacturing risk), indikator risiko permintaan (demand risk), indikator risiko informasi (information risk), indikator risiko transportasi produk (transportation risk), dan indikator risiko keuangan (financial risk).
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang berarti jenis penelitian konklusif yang memiliki tujuan utama untuk mendeskripsikan sesuatu, biasanya penjelasan mengenai karakteristik pasar atau fungsi. Peneliti menggunakan wawancara dan observasi sebagai teknik pengumpulan data primer dan studi literatur sebagai teknik pengumpulan data sekunder. Responden pada penelitian ini adalah manajer atau pemilik usaha industri kreatif di Kota Bandung. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan scoring rubric untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan. Rubrik penilaian adalah panduan penilaian yang menggambarkan kriteria yang diinginkan dalam menilai. Cara yang digunakan untuk memberikan penilaian adalah dengan membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi, sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh peneliti.
Hasil analisa menggunakan scoring rubric menunjukkan bahwa faktor risiko makro memberikan dampak lebih besar dibandingkan dengan faktor risiko mikro. Maka dari itu, pelaku usaha industri kreatif disarankan untuk lebih memperhatikan faktor risiko makro dibandingkan dengan faktor risiko mikro demi berkembangnya angka pertumbuhan industri kreatif dan naiknya angka pertumbuhan PDB industri kreatif. Meskipun setiap usaha dan subsektor memiliki persebaran dampak yang berbeda, namun faktor risiko makro mendominasi dengan nilai 35, sedangkan faktor risiko mikro hanya dengan nilai 25.