Abstract:
Persepsi visual dan aspek-aspek pembentuknya merupakan faktor yang paling mempengaruhi pengalaman ruang arsitektur. Cahaya sebagai salah satu aspek pembentuk persepsi visual merupakan hal yang penting dalam desain arsitektur, terutama pada fungsi bangunan ibadah. Ini terlihat dalam desain pencahayaan Gereja Katolik, dimana cahaya selama ini menjadi elemen penting dalam liturgi gereja Katolik. Salah satu peran pencahayaan dalam liturgi Gereja Katolik selain menjadi salah satu aspek pendukung keberlangsungannya proses liturgi melalui penerangan yang memadai untuk beraktivitas adalah efek visual yang membentuk suasana ibadah yang ideal bagi umat. Suasana ibadah yang ideal menurut Gereja Katolik adalah yang mampu mencerminkan pandangan teologis Gereja yang dituangkan dalam Konsili Vatikan II, yaitu gereja yang terbuka, menerima dan partisipatif.
Gereja Katolik St. Laurentius, Bandung adalah salah satu gereja modern yang menerapkan strategi desain pencahayaan alami dan buatan dalam menunjang suasana ibadah. Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian persepsi visual umat ketika beribadah akibat desain pencahayaan tersebut dengan suasana ibadah yang mencerminkan karakteristik gereja modern, hal ini memungkinkan penilaian pembentukan suasana dari kedua sumber pencahayaan secara mendetail menurut ketentuan suasana ibadah yang sedang berlaku.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif terdiri dari observasi pribadi dan masukan umat dalam bentuk pengisian kuesioner mengenai suasana ibadah yang dialami dan persepsi terhadap aspek pembentuk suasana ibadah. Data kuantitatif diambil dari observasi lapangan mengenai kinerja desain pencahayaan pada gereja dalam hal intensitas pencahayaan serta luminansi. Kedua data tersebut lalu dianalisa menggunakan studi literatur mengenai strategi- strategi pembentukan suasana ibadah melalui pencahayaan. Dari hasil analisa tersebut, ditemukan persepsi visual umat terhadap suasana ibadah gereja, yang lalu dievaluasi kesesuaiannya dengan suasana ibadah yang identik dengan arsitektur Gereja modern.
Analisis memperlihatkan bahwa secara umum desain pencahayaan gereja sudah berhasil memenuhi kesan-kesan yang diinginkan pada suasana ibadah gereja (yang terdiri atas aspek
ii
kejelasan visual, persepsi dimensi, silau, persepsi kompleksitas, persepsi warna, persepsi derajat keterbukaan, serta persepsi formalitas) untuk menciptakan persepsi visual yang ideal pada umat. Adapun menyangkut suasana ibadah pada waktu yang spesifik, ibadah saat siang hari lebih mampu menyampaikan persepsi visual yang ideal dengan bantuan pencahayaan alami dibandingkan dengan ibadah saat malam hari yang hanya bergantung pada pencahayaan buatan. Sebagai masukan untuk desain objek ini, hasil penelitian ini menunjukkan perlunya ada pendesainan ulang pencahayaan buatan agar lebih memadai.