Abstract:
Bandar udara (disingkat : bandara) atau pelabuhan udara merupakan sebuah fasilitias tempat pesawat terbang lepas landas dan mendarat. Pada dasarnya, bandara minimal memiliki sebuah landas pacu, tetapi pada bandara besar lainnya biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas lain untuk pengguna maupun pelayanan penerbangannya. Bandara adalah suatu tempat atau fasilitas untuk “menerima” pendatang lokal maupun internasional. Maka dari itu, bandara di Indonesia harus memenuhi dan memiliki peran penting dalam menunjukkan untuk yang pertama kalinya, identitas negara Indonesia di mata orang asing.
Salah satu bandara terkenal di Indonesia adalah Bandara I Gusti Ngurah Rai yang terletak di Denpasar, Bali, Indonesia. Sejarah dibangunnya bandara ini bermula dari Pelabuhan Udara Tuban yang dibangun oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats (Departemen Pekerjaan Umum di masa kolonialisme Belanda) pada tahun 1930 di Desa Tuban Bali. Pelabuhan Udara Tuban ini menjadi bangunan terpenting bagi pertahanan Belanda di Bali. Pada tahun 1945 Indonesia merdeka, pelabuhan ini sudah disiapkan untuk meningkatkan pariwisata di Bali, dan berganti nama menjadi Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai pada tanggal 1 Agustus 1969.
Transformasi arsitektur Bali pada Bandara I Gusti Ngurah Rai ini penting untuk diperhatikan dalam memahami aspek kultural dan budaya Bali. Arsitektur Bali adalah bagian dari arsitektur nusantara Indonesia. Seluruh elemen-elemen di sekeliling tempat berdirinya arsitektur adalah kenyataan yang harus ditanggapi oleh bangunan tersebut. Prijotomo (2019), menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Omo Uma Ume Omah bahwa “Upaya mempelajari dan memahami seluruh keadaan atau kondisi di tempat tersebut adalah tugas pertama yang harus dilakukan oleh perancang arsitektur, bahkan para perancang dari jaman arsitektur Nusantara.”. Pada dasarnya, alam dan lingkungan sekitar sudah terbukti dipandang cantik, dan jika dikaitkan dengan iklim di Indonesia, yaitu iklim tropis, manusia pun dapat hidup sepanjang tahun tanpa harus berada di dalam bangunan. Alam sudah memberi perlindungan dari terik matahari, dan derasnya hujan.
Dalam sejarah arsitektur tradisional Bali, karakteristik “jelas dan jujur” menjadi panduan utama dalam merancang bangunan dengan konsep arsitektur Bali. Karakter ini diimplementasikan dalam desain bandara melalui langit yang terekspos. “Harmonis dengan alam” juga adalah Morfologi repetitif dalam arsitektur Bali diterapkan melalui atap lengkung yang berjajar seperti gelombang laut, dan laut sendiri merupakan salah satu daya tarik dari Pulau Bali. Kolom utama penopang atap berfungsi sebagai void, inner garden, dan ventilator yang berperan vital dalam konsep “passive cooling”, merupakan salah satu aspek penting dalam Green Architecture, sesuai dengan penyikapan arsitektur tradisional Bali terhadap alam dan lingkungan sekitarnya. Penyikapan ini sejalan dengan konsep arsitektur Nusantara yang juga berkaitan dengan alam dan iklim di Indonesia.