Abstract:
Pemberian otonomi menjadi salah satu skema popular untuk
menyelesaikan konflik etno-nasionalis dan pemisahan diri. Namun skema ini
nampaknya tidak bekerja dengan baik untuk Catalonia. Setelah diberikan status
otonomi pada tahun 1979, Catalonia menuntut untuk melakukan penentuan nasib
sendiri. Peristiwa ini kemudian memunculkan pertanyaan penelitian “Mengapa
Catalonia menuntut kemerdekaan dari Spanyol pada tahun 2017?”. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut digunakan teori resolusi konflik dari Peter
Wallensteen dan konsepsi otonomi sebagai sumber konflik dari Svante E. Cornell.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Catalonia menuntut kemerdekaan
dari Spanyol karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, yaitu diakui
sebagai sebuah bangsa di dalam negara Spanyol. Selain itu, otonomi yang
diberikan kepada Catalonia justru meningkatkan tuntutan kemerdekaan dengan
memunculkan enam buah faktor. Pertama, status otonomi memberikan batas
wilayah yang jelas sehingga mudah bagi Catalonia untuk melakukan klaim atas
wilayahnya. Kedua, status otonomi memberikan peluang untuk mempertahankan,
mempromosikan dan meningkatkan identitas budayanya. Ketiga, status otonomi
membentuk Generalitat sebagai perwakilan sah masyarakat Catalonia yang dapat
menentang keputusan pemerintah pusat dan meningkatkan tuntutan wilayahnya.
Keempat, dengan adanya status otonomi maka ada pemimpin yang mengupayakan
tercapainya kepentingan Catalonia dan memimpin mobilisasi masyarakatnya.
Kelima, status otonomi memberikan kemampuan bagi Generalitat untuk
mengontrol media massa di wilayahnya dan memasukkan narasi kemerdekaan.
Terakhir, dengan adanya otonomi maka Generalitat dapat mempromosikan
keinginannya untuk merdeka ditingkat internasional sehingga Catalonia berhasil
mendapatkan sejumlah dukungan eksternal.