Abstract:
Co-living atau yang disebut juga communal living merupakan sebuah hunian berkonsep komunitas yang diterapkan dengan cara tinggal bersama dengan orang lain, baik itu kolega di suatu tempat kerja dan/ atau orang yang baru dikenal. Konsep tinggal bersama atau berkomunitas ini mengajak penghuni untuk merasakan kesan kekeluargaan, karena kita akan lebih saling mengenal satu dengan yang lainnya secara lebih intim. Di Indonesia, konsep hunian seperti ini masih sangat kurang, karena konsep co-living yang menekankan ruang sosial dan seakan menghilangkan nilai privasi dari personal space; terlebih bagi individu yang belum terbiasa dengan hidup berkomunitas seperti ini. Arsitektur, khususnya fungsi hunian memiliki peran kuat dalam pembentukan suatu perilaku manusia, yaitu memungkinkan terjadinya batasan antara teritorialitas ruang.
Maka dari itu, penelitian ini akan membahas bagaimana elemen fisik spasial yang dapat membentuk perilaku teritorialitas baik itu penghuni maupun publik ketika beraktivitas di dalamnya, sehingga dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana ruang personal dalam hunian co-living dapat tetap dirasa aman dan nyaman bagi penghuni. Teritorialitas merupakan kepemilikan tempat dengan cara personalisasi suatu wilayah atau dengan aturan untuk mempertahankan gangguan dari luar, sehingga memenuhi kebutuhan fisik dasar hingga kebutuhan kognitif. Sedangkan, ruang personal merupakan jarak berkomunikasi dalam membagi pengendalian gangguan dari pihak yang lain. Keduanya berhubungan karena ruang personal dapat terbentuk dari teritorialitas ruang. Sehingga, penghuni atau pengguna ruang dapat merasa aman dan nyaman di dalamnya, serta menghindari kesesakan yang merupakan kegagalan dari ruang personal yang terbentuk, sehingga harus menggunakan kontrol teritorial, yaitu mengatur batasan terhadap segala sesuatu yang mengganggunya.
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, serta mendeskripsikan tentang ruang-ruang yang ada di dalam bangunan co-living ini melalui observasi secara langsung dengan datang ke tempat tersebut, kemudian dijelaskan secara rinci deskripsi dari ruangan yang selanjutnya akan dibahas dengan tinjauan teori oleh para ahli. Data diambil melalui observasi lapangan dan studi pustaka, serta internet. Pertama-tama data dijabarkan melalui zoning per ruangan, elemen-elemen arsitektur setiap masing-masing ruang yang bisa berpengaruh pada perilaku manusia melalui ruangan yang ada di dalam bangunan, karakter teritorialitas ruang melalui aktivitas penghuni, serta karakter teritorialitas ruang melalui latar belakang penghuni dan juga fungsi bangunan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa elemen arsitektur memegang peran penting dalam pembentukan teritorialitas ruang, khususnya perabot pada ruang personal, yakni ranjang. Namun, ada beberapa hal yang membuat hunian co-living ini tidak aman dan nyaman, dilihat dari tata tempat tidur di dalam kamar yang masih tidak aman dan nyaman. Terdapat pula fungsi lain yang melewati garis teritori yang seharusnya tidak bisa dilewati oleh publik, yakni co-working space yang terletak di lantai paling atas, sehingga dapat mengurangi keamanan dari yang seharusnya. Saran yang dapat diberikan adalah dengan menambahkan lagi sistem keamanan dan lebih memperhatikan bagaimana membuat penghuni yang ingin tinggal dengan jangka waktu yang lama dapat merasa nyaman dengan kontrol oleh mekanisme defensif.