Abstract:
Keraton tidak hanya menjadi tempat tinggal seorang raja yang berkuasa pada suatu daerah tertantu. Keraton juga menjadi pusat pemerintahan dan pusat perkembangan budaya. Sebuah keraton dalam kebudayaan Jawa merupakan pusat kosmos atau alam semesta. Hal tersebut menunjukan peranan penting keraton dalam kehidupan masyarakat di Jawa. Kesultanan Cirebon bermula dari sebuah keraton bernama Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana menjadi tempat tinggal dan pusat pemerintahan, pada masa kekuasaan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati Keraton Pakungwati juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa bagian Barat. Walau berada di Tatar Sunda dan pusat penyebaran agama Islam, Keraton Pakungwati mengadopsi Arsitektur Jawa Majapahit. Pada tahun 1666 setelah Sultan Abdul Karim wafat, terjadi perpecahan di antara putra-putra sultan. Sehingga pada tahun 1679 Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten – yang merupakan kerabat dari Kesultanan Cirebon – membagi Kesultanan Cirebon menjadi tiga untuk ketiga putra sultan yang bertikai, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Keprabonan. Ketiganya memiliki keratonnya masing-masing. Tahun 1681 pemimpin Cirebon (sultan-sultan Cirebon) menandatangani perjanjian dengan VOC yang mengizinkan perusahaan dagang tersebut mendirikan sebuah benteng di Cirebon. Namun, selepas runtuhnya Banten dan Mataram, kekuasaan kolonial di Cirebon semakin besar. Pada awal abad 19, terjadi perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Raja Kanoman. Akhirnya untuk memadamkan perlawanan, Pangeran Raja Kanoman diberikan gelar Sultan Kacirebonan pada tahun 1808. Tapi perlawanan terus berlanjut. Bangunan Keraton Kacirebonan sendiri baru dibangun setelah Pangeran Raja Kanoman wafat, yaitu pada tahun 1814 untuk mengenang perlawanan Pangeran Raja Kanoman. Sekilas arsitektur Keraton Kacirebonan memiliki pengaruh arsitektur kolonial yang kuat, tetapi masih dapat ditemukan elemen-elemen arsitektur tradisional pada bangunan keraton. Hal ini terlihat dari tatanan ruang, bentuk bangunan dan gerbang, juga pada ornamen-ornamen yang ada. Tujuan studi ini adalah untuk menemukan tatanan ruang, bentuk, dan ornamen Keraton Kasepuhan dan Kanoman yang ada di Keraton Kacirebonan. Sehingga dapat diketahui tatanan ruang, bentuk, dan ornamen apa saja yang secara konsisten dapat diterapkan dalam perancangna arsitektur di Cirebon. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, data diperoleh dari studi literatur, pengamatan langung ke lapangan, serta wawancara Budayawan Cirebon. Temuan menunjukan ada beberapa tatanan ruang, bentuk, dan ornamen yang secara konsisten diterapkan pada desain Keraton Kacirebonan. Tetapi ada juga tatanan ruang, bentuk, dan ornamen yang hilang. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam perancangan arsitektur di Cirebon. Khususnya sebagai studi penerapan elemen tradisional atau lokal pada arsitektur modern, yang dapat diterapkan juga dalam perancangan arsitektur arsitektur kontemporer.