dc.description.abstract |
Persebaran agama Hindu di Pulau Bali dipercaya dimulai pada abad pertama Masehi oleh seorang pemuka agama Hindu asal India bernama Hyang Rsi Markandeya. Kala itu, masyarakat Bali sudah menganut sebuah kepercayaan yang disebut Hindu Bali. Persebaran agama Hindu ini diperkuat lagi dengan kedatangan Gajah Mada yang juga membentangkan sayap pemerintahannya atas Pulau Bali. Sejak itu, mulai bermunculan tempat peribadatan Hindu di Bali yang kita kenal sebagai pura. Pura dipercaya sebagai tempat penyembahan Hyang Sang Widhi dan manifestasi-Nya. Bagi orang Hindu, pura paling penting di Bali adalah Pura Besakih yang terletak dekat kaki Gunung Agung. Pusat penyembahan agama Hindu di Bali dilakukan di Pura Besakih, sebab di sana lah terdapat Pura Basukian, yang merupakan pura pertama yang dibangun oleh Hyang Rsi Markandeya. Pura Penataran Agung Besakih merupakan pura pusat yang terletak di dalam kawasan Pura Besakih. Area Pura Penataran Agung dilingkupi oleh dinding dan memiliki tujuh mandala atau tingkatan. Seluruh kegiatan upacara adat dan ritual penyembahan yang paling sakral dilakukan di dalam area ini. Sosok Pura Besakih merupakan cerminan arsitektur Indonesia kuno peninggalan nenek moyang kita yang masih dapat ditemukan dan dipelihara pada jaman modern ini. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini Pura Besakih merupakan objek studi yang mewakili ranah arsitektur kuno.
Di sisi lain, arsitektur modern turut berkembang pesat di Indonesia, terutama dibidang pariwisata di Pulau Bali. Banyak hotel dan resor yang bersaing dalam segi desain arsitekturnya yang semakin futuristik. Berbeda dengan hotel The Apurva Kempinski Bali yang dirancang oleh arsitek Budiman Hendropurnomo dari Duta Cermat Mandiri Jakarta, hotel resor ini menerapkan konsep perpaduan antara arsitektur kuno dan modern. Fusi dari kedua konsep arsitektur di atas menjadi visi dari arsitek Budiman Hendropurnomo untuk melestarikan arsitektur kuno Indonesia dalam wujud arsitektur modern. Namun, sejauh mana citra Pura Besakih dapat diadaptasi ke dalam desain hotel The Apurva Kempinski Bali akan menjadi isi penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode komparatif dengan pendekatan kualitatif. Dalam studi ini, akan dicari persamaan dan perbedaan kedua objek ditinjau dari segi tata massa, tata ruang, dan sosok bangunan dengan didasari oleh teori prinsip penyusunan Francis D.K. Ching. Selain dari itu, unsur-unsur arsitektur Bali secara filosofis juga dikaji untuk menyelaraskan kesesuaian rancangan hotel pada hotel The Apurva Kempinski Bali. Hasil penelitian ini menunjukkan kemiripan antara tata massa dan tata ruang Pura Penataran Agung Besakih pada hotel The Apurva Kempinski Bali dari segi sumbu, simetri, hirarki, datum, dan irama. Pada segi sosok bangunan, adanya kemiripan bentuk atau perletakan dari tangga utama, meru, kori agung, dan dinding pelingkup walaupun ada perbedaan dalam skala, proporsi, maupun fungsi. Hal ini membuktikan bahwa arsitektur kuno dapat menjadi inspirasi untuk rancangan arsitektur modern dengan cara diadaptasi dan dimodifikasi sesuai dengan fungsi, material, dan kebutuhan rancangan. |
en_US |