Abstract:
Kota Medan memiliki banyak bangunan dan kawasan bersejarah yang mewakili suatu kondisi kehidupan masyarakatnya. Mulai dari era kesultanan, kolonial, dan kemerdekaan bisa terlihat dari entitas fisik spasial Kota Medan. Aktivitas pada kota yang semakin berkembang, menuntut kebutuhan-kebutuhan baru. Alhasil banyak bangunan dan kawasan bersejarah yang dianggap sudah tidak relevan untuk mewadahi kebutuhan masa kini. Hal ini juga dapat terjadi karena kepedulian masyarakat dan pemerintah akan sektor ini memang sangat minim karena kinerja kota umumnya mengacu pada pemutaran ekonomi saja. Tetapi dengan edukasi dan penerapan konservasi modern yang kontekstual, pastinya bangunan dan kawasan ini berpotensi besar untuk menjadi sumber ekonomi, pariwisata, identitas, dan efisiensi pembangunan. Sebenarnya usaha konservasi di Kota Medan sudah dimulai semenjak munculnya PERDA Kotamadya TK. II Medan No. 6 Tahun 1988, yang bertujuan mengantisipasi nasib bangunan dan lingkungan bersejarahnya. Pada peraturan ini, tercantumkan daftar perlindungan terhadap 42 objek yang terdiri dari 40 bangunan dan 2 kawasan. Tetapi seiring berjalannya waktu, tak terdapat pembahuruan pada inventarisasi objek bersejarah lainnya. Melihat fenomena tersebut, pada tahun 1998 sekelompok tokoh mendirikan organisasi Badan Warisan Sumatera yang saat itu, misi
utamanya mengusulkan revisi PERDA. Pada usulan ini, berisikan daftar rekomendasi objek bersejarah lain yang perlu dilindungi, terdiri dari 40 bangunan individu, 15 bangunan kelompok, dan 3 kawasan. Juga terlampirkan panduan penilaian, informasi, mekanisme pendaftaran untuk bangunan dan kawasan yang perlu dilindungi. Walaupun begitu usulan ini tak kunjung berhasil, hanya berujung pada komunikasi satu arah saja dari Badan Warisan Sumatera. Sampai akhirnya pada revisi terbaru yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, revisi PERDA Kota Medan No. 2 Tahun 2012 yang mengacu pada UU RI No. 11 Tahun 2010 dan penghapusan daftar 42 objek yang terlindungi oleh PERDA sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampai sekarang belum ada perlindungan kepada bangunan atau kawasan bersejarah yang resmi dari PERDA Kota Medan. Salah satu dari bangunan bersejarah di Kota Medan adalah Stadion Teladan, yang merupakan stadion tertua pasca kemerdekaan Indonesia sampai sekarang. Selain mewadahi penyelenggaraan untuk Pekan Olahraga Nasional 1953 dan beberapa pertandingan taraf internasional seperti Piala Marah Halim, bangunan ini menyimpan semangat bangsa dan berperan dalam sejarah perkembangan olaharaga kota Medan maupun Indonesia. Ironisnya, selama 67 tahun bangunan ini berdiri dan berhasil melalui tuntutan perkembangan zaman, Stadion Teladan belum berstatus sebagai bangunan cagar budaya. Pada tanggal 12 november 2019 lalu, baru saja terdaftar untuk dikaji statusnya oleh pemerintah. Maka dari itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami status Bangunan Stadion Teladan memenuhi kriteria cagar budaya atau tidak, berdasarkan Disertasi Riset Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Mendirikan Kriteria untuk Penilaian Signifikansi Cagar Budaya Kota Medan, PERDA Kota Medan no.2 Tahun 2012, dan UU RI No.11 Tahun 2010. Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif kualitatif, data diperoleh dari riset literatur dan dokumentasi langsung ke Stadion Teladan di Kota Medan. Diperoleh kesimpulan bahwa objek studi berdasarkan kriteria dari Disertasi memenuhi 3 dari 5, PEDA Kota Medan memenuhi 4 dari 8 kriteria, UU RI memenuhi 4 dari 4 kriteria sehingga Bangunan Stadion Teladan memenuhi kriteria banguncan cagar budaya dan layak diajukan sebagai bangunan cagar budaya berkategori tipe A pada tingkat kota/kabupaten Medan.