dc.description.abstract |
Rangkaian ritual Tahun Baru Saka, atau lebih dikenal dengan Hari Raya Nyepi, merupakan salah satu satu ritual keagamaan yang rutin dilaksanakan di Pulau Bali, salah satunya dilaksanakan di Lapangan Puputan Badung. Lapangan Puputan Badung, yang terletak tepat di titik nol Kota Denpasar, merupakan ruang terbuka publik yang berada di kawasan landmark dan berfungsi sebagai wadah bagi serangkaian ritual kebudayaan-keagamaan, salah satunya ritual Tahun Baru Saka. Tidak terlepas dari rangkaian ritual tersebut adalah Pawai Ogoh-ogoh yang rutin diadakan di Malam Pangrupukan. Hal itu membuat Malam Pangrupukan identik dengan ‘keramaian’, berbanding terbalik dengan Hari Raya Nyepi yang ‘tenang’ dan ‘sepi’. Perbedaan ‘suara’ yang dihasilkan dapat menimbulkan pengalaman ruang yang berbeda pada Lapangan Puputan Badung sehingga, untuk memperoleh pengalaman ruang yang menyeluruh, suara dan indera pendengaran ikut berperan menciptakan suasana soundscape. Suara menjadi salah satu aspek yang berpotensi memperkaya pengalaman ruang pada ruang terbuka publik Lapangan Puputan Badung, tidak hanya indera penglihat saja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi suasana soundscape yang tercipta serta dinamika implikatif yang terbentuk antara soundscape dan aspek natur-kultur pada ruang terbuka publik Lapangan Puputan Badung pada hari-hari biasa dan hari besar keagamaan yaitu saat ritual Tahun Baru Saka. Penggunaan metode kualitatif-kuantitatif digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dengan melakukan analisis teori, interpretasi, dan pendekatan deskriptif. Selain itu, pengolahan data hasil observasi lapangan, hasil ukur suara menggunakan sound level meter, dan hasil penyebaran kuesioner kepada masyarakat pengunjung ruang terbuka publik Lapangan Puputan Badung dilakukan secara interpretatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan suasana soundscape pada area ruang terbuka publik Lapangan Puputan Badung di hari-hari biasa tercipta karena peran dari suara-suara yang bersumber dari alam (natur) dan suara-suara yang bersumber dari budaya identik masyarakat pengunjung (kultur). Pada hari biasa, suasana soundscape Lapangan Puputan Badung telah berhasil menambah nilai dari ruang terbuka publik yaitu nilai daya guna untuk menavigasi kota dengan suara-suara soundmark yang terdengar di areanya. Pada saat Tahun Baru Saka, ditemukan perubahan yang signifikan terhadap intensitas dan rasio akan aspek yang mempengaruhi suasana soundscape pada Lapangan Puputan Badung. Saat Malam Pangrupukan, aspek kultur mendominasi suasana soundscape Lapangan Puputan Badung dengan intensitas suara yang sangat tinggi. Sementara, saat Hari Raya Nyepi, suara-suara yang bersumber dari manusia (antrhophony) langsung lenyap dan digantikan oleh dominasi suara yang bersumber dari alam atau aspek natur. Fenomena perubahan signifikan yang hanya terjadi satu tahun sekali ini menjadi penanda bagi masyarakat sekitar kawasan Lapangan Puputan Badung bahwa umat Hindu di Bali sedang menyambut periode baru. Secara ringkas, Lapangan Puputan Badung mampu mewadahi aktivitas sehari-hari dan ritual kebudayaan-keagamaan masyarakat pengunjung dengan cukup baik dan sesuai konteksnya. Hal ini menunjukkan Lapangan Puputan Badung sudah memiliki kualitas yang cukup baik sebagai ruang terbuka publik Kota Denpasar karena suasana soundscape yang ditujukan sudah sesuai. |
en_US |