Abstract:
Museum Sejarah Kota Bandung merupakan salah satu bangunan khas kolonial yang masih berdiri pada tahun 1920 saat masa kependudukan Belanda hingga saat ini. Museum Sejarah Kota Bandung berlokasi di jalan Aceh No.47-49, Bandung. Bangunan ini termasuk bangunan cagar budaya golongan A yang harus dilindungi dan dilakukan upaya pelestariannya. Berkembangnya zaman bangunan ini mengalami beberapa upaya konservasi dimulai dari restorasi, pergantian fungsi dari yang awal mulanya sebagai sekolah taman kanak-kanak hingga menjadi bangunan museum, dan juga upaya pengembangan. Bangunan ini melakukan upaya pengembangan dengan cara penambahan bangunan dibelakang bangunan cagar budaya itu sendiri. Penambahan ini bertujuan untuk memperluas dan melengkapi kebutuhan fungsinya sebagai museum. Upaya pengembangan ini termasuk upaya konservasi pada bangunan cagar budaya. Konservasi sendiri bukan hanya sebatas memelihara dan merawat atau mengubah, melainkan bagaimana cara mendesain yang baik agar latar visual dapat terpelihara. Sehingga bentuk penyikapan dari penambahan bangunan baru menjadi perhatian penting agar terjaganya karakteristik bangunan cagar budaya tanpa harus merusak dan tetap melindungi keaslian dari bangunan cagar budaya itu sendiri juga menjaga keserasiannya dengan lingkungan sekitar. Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan evaluasi kualitatif, yaitu dengan menggambarkan kondisi eksisting terkait fisik bangunan baru maupun bangunan cagar budaya, dan dilakukan kajian penyikapan bangunan baru terhadap bangunan cagar budaya sesuai dengan teori konservasi, penambahan bangunan, dan kontekstualitas. Dengan hasil analisis yang ada dapat disimpulkan penyikapan penambahan bangunan dalam lingkup lingkungan sekitar telah menyikapinya dengan selaras, namun dalam lingkup bangunan, penambahan bangunan menyikapinya dengan cara kontras terhadap bangunan cagar budaya, sehingga terdapat pembauran dua gaya arsitektur pada Museum Sejarah Kota Bandung gaya arsitektur kolonial dan arsitektur modern.