Abstract:
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menggambarkan proses
pembentukan kebijakan luar negeri yang dihadapi oleh pemerintahan Indonesia dalam
memberikan bantuan kemanusiaan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia
yang terjadi di Rakhine State, Myanmar. Dalam tulisan ini, pertanyaan penelitian
yang berbunyi “Bagaimana proses pembentukan Kebijakan Luar Negeri Indonesia
terkait pemberian bantuan kemanusiaan untuk korban pelanggaran hak asasi manusia
di Rakhine State, Myanmar?” akan dijawab berdasarkan kepada hasil analisis dengan
menggunakan teori foreign policy analysis theoretical integration milik Michael
Brecher. Dengan mengedepankan metodologi kualitatif dalam penelitian ini, penulis
dapat menyimpulkan bahwa untuk memenuhi tuntutan dari ideologi Pancasila, UUD
1945, dan asas politik luar negeri Indonesia, Indonesia pun menghadapi proses dalam
hal pembentukan Kebijakan Luar Negeri Indonesia, yang terjadi dalam tiga tahapan
berbeda. Tahapan pertama ditandai dengan kemunculan komponen input dalam
lingkungan operasional dan juga lingkungan psikologis, yang berupa: munculnya isu
pelanggaran HAM di Myanmar, keberadaan Kementerian Luar Negeri Indonesia dan
strategi diplomasi kemanusiaan, komitmen Presiden Jokowi, Menlu Retno Marsudi,
dan organisasi MER-C untuk memberikan bantuan, dan juga tuntutan dari masyarakat
Indonesia kepada pemerintah untuk turut memberikan bantuan kepada etnis Muslim
Rohingya. Lalu tahap selanjutnya adalah perumusan keputusan, yang disampaikan
langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato yang menyampaikan bahwa
Indonesia bersedia memberikan bantuan dalam merespon peristiwa ini. dan yang
terakhir, tahap implementasi yang ditandai dengan dikirimkannya bantuan
kemanusiaan, bantuan jangka panjang, dan juga masukan bagi Myanmar sebagai
upaya penyelesaian masalah pelanggaran HAM di negaranya.