Abstract:
Peristiwa tak diharapkan akibat aktivitas industri pun terjadi pada tahun 2009 lalu
di perairan Laut Timor akibat gagal operasinya kegiatan seabed oil mining
perusahaan PT.TEP Australasia. Akibat kejadian ini, minyak tersebut membludak
kepermukaan dan memasuki ZEE Indonesia. Masyarakat setempat terlebih
masyarakat Kabupaten Kepulauan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur terancam
kehilangan mata pencaharian. Dalam penelitian ini digunakan teori multi-level
governance yang berfokus kepada penanganan Indonesia dalam penyelesaian
bencana ini melalui berbagai level governance yakni pada tataran internasional,
nasional dan subnasional. Kemudian dalam prosesnya akan ditunjukan kolaborasi
dari banyak aktor yang juga sejalan dengan teori pluralisme. Pada tingkat
internasional, berbagai upaya tersebut diwujudkan melalui diplomasi dan mediasi
oleh pemerintah Indonesia kepada PT.TEP Australasia dan Pemerintah Thailand
sebagai pemilik BUMN perusahaan induk, serta pengajuan gugatan class action
melalui pengadilan terhadap Pemerintah Australia sebagai penanggungjawab
tempat perusahaan tertuduh berdaulat. Pada penyelesaian di tingkat nasional akan
ditunjukan dimana regulasi dalam Undang-Undang nasional dan peraturan nasional
pendukung menjadi penghambat pemerintah pusat dalam melakukan penanganan
dampak yang ditimbulkan bagi masyarakatnya, akibat adanya sistem desentraliasasi
yang dimiliki. Selanjutnya, pada tingkat sub-nasional, tidak ada upaya yang
dilakukan sama sekali dari pemerintah daerah maupun BPBD sebagai badan yang
dibentuk untuk mengatasi penanggulangan bencana. Hal ini terjadi akibat kurang
komprehensifnya APBD Provinsi NTT dalam biaya mitigasi bencana serta
peraturan daerah yang masih dinilai tumpang tindih. Upaya melalui arbitrase
internasional dengan landasan strict liability; perbaikan sistem koordinasi BPBD
dengan BNPB; dikeluarkannya peraturan daerah yang lebih komprehensif tentang
mekanisme bencana; dan perbaikan APBD Provinsi dalam mekanisme dana siap
siaga menjadi upaya yang seharusnya dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dalam menghadapi isu seperti ini.