Abstract:
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) merupakan bentuk peraturan yang berisi ketentuan yang bersifat hukum acara (Hukum Formil). Dalam rangka untuk mengisi mengisi kekosongan hukum dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Oleh Korporasi. Penelitian Tesis ini didasari oleh adanya permasalahan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 yang secara yuridis dinilai tidak sejalan dengan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Makkamah Agung. Atas permasalahan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana kedudukan dan legalitas pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Oleh Korporasi menurut sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Metode yang digunakan pada tesis ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan menelaah norma-norma, kaidah-kaidah serta peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian tesis menunjukan bahwa kedudukan Peraturan Mahkamah Agung dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo Pasal 79 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Makkamah Agung. Substansi Peraturan Mahkamah Agung berisi materi yang belum diatur dalam Undang-Undang dan ruang lingkup pengaturan sebatas pada penyelenggaraan peradilan yang berkaitan dengan hukum acara. Adanya pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi yang diatur dalam Pasal 3 s/d Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 secara yuridis bertentangan dengan sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, karena tidak sesuai dengan kewenangan Mahkamah Agung. Oleh karena itu perlu adanya revisi terhadap Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 agar pemberlakuannya tidak terjadi tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya.