dc.description.abstract |
Pembiayaan pembangunan infrastruktur di daerah melalui obligasi daerah tidak
terlepas dari risiko gagal bayar (default). Pemerintah pusat yang tidak menjamin
obligasi daerah, sehingga pertanggungjawaban hukum dalam hal terjadinya gagal
bayar (default) dibebankan kepada pemerintah daerah selaku penerbit obligasi
daerah, sementara dalam proses penerbitan obligasi daerah melibatkan berbagai
pihak, termasuk menteri keuangan dan wali amanat.
Penelitian tesis ini menitikberatkan pada batas pengaturan kewenangan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dalam penerbitan obligasi daerah, serta
pertanggungjawaban hukum pemerintah daerah apabila terjadi gagal bayar (default)
dalam penerbitan obligasi daerah, dengan menggunakan metode penelitian yuridis
normatif.
Hasil penelitian tesis ini bahwa pemerintah pusat melalui menteri keuangan
memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atas usulan rencana
penerbitan obligasi daerah, menerima laporan, pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan obligasi daerah, serta memberikan sanksi penundaan penyaluran dana
perimbangan kepada pemerintah daerah yang tidak menyampaikan laporan
pelaksanaan obligasi daerah, sedangkan pemerintah daerah hanya dapat
menerbitkan obligasi pendapatan (revenue bond), membentuk unit pengelola
obligasi daerah, dan menerbitkan peraturan daerah. Pertanggungjawaban hukum
pemerintah daerah dalam penerbitan obligasi daerah meliputi pertanggungjawaban
pengelolaan dan dana hasil obligasi daerah. Di sisi lain, apabila wali amanat sebagai
pihak dalam penerbitan obligasi daerah tidak melaksanakan tugas dan kewajiban
dalam perjanjian perwaliamanatan, maka ikut bertanggungjawab atas terjadinya
gagal bayar (default). |
en_US |