dc.description.abstract |
Krisis kemanusiaan Rohingya telah menjadi perhatian dunia internasional
karena adanya dugaan perlakuan diskriminatif sekaligus aksi kekerasan yang
dilakukan oleh pihak pemerintah dan militer Myanmar. Indonesia, sebagai salah
satu negara yang memerhatikan masalah ini mulai ikut terlibat di dalamnya karena
dirasa telah melanggar HAM. Meskipun Indonesia dan Myanmar merupakan salah
satu negara anggota ASEAN yang menjunjung tinggi prinsip non-intervensi,
pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengabaikannya dan menggunakan
prinsip R2P milik PBB demi menegakkan keadilan dan perdamaian bagi
masyarakat internasional. Bantuan Indonesia kemudian akan tertuang pada
pembentukan kebijakan luar negerinya. Melihat hal ini, penulis merasa kajian
mengenai proses pembentukan kebijakan tersebut penting untuk dibahas sehingga
dijadikan poin utama di dalam penelitian. Penjelasannya kemudian akan mengacu
pada teori DMP milik Richard C. Snyder dengan dibantu oleh konsep FPA milik
Valerie M. Hudson dan Domestic Constraint on Foreign Policy Making serta
International Constraint on Foreign Policy Making milik Marijke Breuning
sebagai konsep pendukung.
Melalui analisis yang lengkap dan komprehensif, penulis menemukan
empat poin penting dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri Indonesia ke
Myanmar. Pertama, bahwa perangkat aturan sangat penting dalam membentuk
suatu kebijakan. Kedua, pemerintah Indonesia telah memenuhi seluruh poin yang
tertuang pada teori DMP. Ketiga, pentingnya peran pemerintah Indonesia dalam
membentuk kebijakan luar negeri Indonesia. Terakhir, poin keempat, bahwa faktor
lain (tekanan domestik dan internasional) di luar pemerintah indonesia pun terbukti
mempengaruhi proses pembentukan kebijakannya. |
en_US |