Abstract:
Krisis pengungsi Suriah pada 2015 menyebabkan jumlah pengungsi terbanyak
sejak Perang Dunia II. Krisis pengungsi disebabkan oleh konflik kemanusiaan dan
kekerasan yang dilakukan pemerintah Suriah pasca Arab Spring. Negara tetangga
Suriah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pengungsi, sehingga Eropa menjadi
tujuan utama arus pengungsi. Uni Eropa (UE) berusaha untuk menangani masalah ini
guna menjaga stabilitas Eropa. Namun, UE sulit untuk menangani isu ini karena
dalam pengambilan keputusan mengenai pengungsi atau isu keamanan, UE
menggunakan sistem pemungutan satu suara (unantimity voting system). Penelitian
ini menganalisis upaya-upaya diplomasi Jerman menangani krisis pengungsi Suriah
di Eropa dari tahun 2015 hingga 2017. Metode kualitatif dielaborasi menggunakan
konsep diplomasi bilateral, multilateral dan—secara inklusif, diplomasi kemanusiaan.
Jerman berupaya untuk menangani krisis pengungsi dengan cara melakukan upayaupaya
diplomasi karena memiliki peranan dalam menangani krisis pengungsi di
kawasan Eropa. Upaya-upaya diplomasi dilakukan untuk mencapai kepentingan
nasional yang selaras dengan tanggung jawab kemanusiaan. Jerman secara inklusif
menggunakan tiga instrumen diplomasi kemanusiaan yaitu, meningkatkan kesadaran,
negosiasi dan pemberian bantuan kemanusiaan. Jerman sudah aktif dan optimal
dalam menangani krisis pengungsi Suriah di Eropa berdasarkan prinsip tanggung
jawab kemanusiaan.