Abstract:
Saat ini financial technology mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu metode
pengumpulan dana dan pembiayaan yang sedang berkembang adalah crowdfunding, di mana salah satu jenisnya adalah peer to peer lending. Perusahaan peer to peer lending ini menyediakan sarana atau platform yang mempertemukan para pemberi pinjaman (investor) dengan para pencari pinjaman (borrower), hanya saja pertemuan ini berbasiskan internet.
Perusahaan peer to peer lending ini akan mengumpulkan calon peminjam dan menganalisis layak atau tidak bisnis mereka untuk dibiayai oleh pemberi pinjaman. Dapat kita lihat, perusahaan ini seakan-akan menjalankan fungsi analisis pemohon kredit di bank. Perbedaannya adalah, uang yang dipinjamkan bukanlah uang perusahaan peer to peer lending melainkan uang para pemberi pinjaman yang telah dikumpulkannya. Jadi tugas perusahaan peer to peer lending di sini “menjodohkan” antara pemberi pinjaman dan peminjam. Permasalahannya adalah melihat begitu banyaknya risiko pada transaksi semacam ini, perlu dikaji perlindungan hukum baik bagi pemberi pinjaman dan peminjam yang menggunakan jasa perusahaan peer to peer Lending berdasarkan peraturan perundang-undangan yang relevan, di antaranya Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta menimbang bahwa transaksi yang dilakukan ini merupakan transaksi keuangan, perlu dikaji pula Undang-Undang dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan perihal transaksi peer to peer lending ini sehingga apabila ditemukan celah-celah atau kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang-undangan tersebut dapat dianalisis solusi yang tepat guna menyempurnakan norma terkait peer to peer Lending.