Abstract:
Permukiman di sekitar Keraton sebagai contoh Yogyakarta, pada masa lalu merupakan bagian yang terintergrasi dengan Keraton yang diistilahkan dengan permukiman Magersari. Penghuninya dapat merupakan bangsawan dan abdidalem yang mengabdi di rumah bangsawan atau Raja. Fenomena terebut dipekirakan juga terjadi di Kawasan Keraton di Cirebon, mengingat Cirebon merupakan cikal bakal Keraton-Keraton Jawa yang dikenal sekarang yang masih tersisa dan merupakan transisi dari era Hindu Budha. Oleh karena itu pengetahuan ini menjadi penting sebagai rujukan awal untuk mengenali pola permukiman tersebut. Kenyataan saat kini pola tersebut menjadi bias dan bercampur dengan permukiman baru yang kemungkinan tidak ada hubungannya dengan Keraton.
Secara garis besar, upaya pelestarian cagar budaya dilakukan melalui upaya perlindungan, pemeliharaan, dan dokumentasi. Upaya dokumentasi menjadi penting dalam wujud pemetaan permukiman di sekitar Keraton yang berkaitan erat dengan cagar budaya Keraton Kasepuhan. Upaya dokumentasi dilakukan melalui perekaman data dan belum pernah dilakukan untuk kasus ini yakni permukiman sekitar Keraton. Adapun perekaman data, merupakan rangkaian kegiatan pembuatan dokumen tentang cagar budaya yang dapat memberikan informasi atau pembuktian keberadaannya. Kegiatannya berupa pemotretan, penataan, penggambaran, survey. Tahap lalu telah difokuskan untuk Keraton Kasepuhan yang berkorelasi dengan peninggalan klasik Majapahit yang hampir punah dan masih belum banyak terungkap. Tahap berikutnya akan dikembangkan ke pemetaan permukiman di sekitar kompleks yang masih dianggap berkorelasi dengan Keraton, seperti hunian para bangsawan dan abdidalem.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut kerjasama yang dengan STT Cirebon dengan
Prodi Arsitektur UNPAR guna mempunyai peran untuk meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam hal kepekaan dan pemahaman mengenai cagar budaya di wilayah Jawa Barat. Selain itu materinya dapat dikembangkan untuk menunjang penelitian dan abdimas berikutnya.