dc.description.abstract |
Saat ini, persaingan dunia usaha semakin ketat dan berkembang. Pada perusahaan manufaktur, setiap perusahaan harus memberikan produk yang berkualitas agar mampu bersaing dengan para pesaingnya. Jika perusahaan memiliki produk yang berkualitas, maka dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Produk yang berkualitas atau tidak berkualitas dapat ditentukan dari proses produksi. Tetapi perlu disadari bahwa dalam setiap tahapan proses produksi, terdapat berbagai risiko yang mungkin terjadi. Salah satu risiko tersebut yaitu adanya produk cacat. Maka dari itu, perlu pemeriksaan operasional terkait proses produksi untuk mengatasi berbagai kendala yang terdapat dalam proses produksi seperti produk cacat guna mengurangi tingkat kecacatan produk pesanan pelanggan.
Pemeriksaan operasional dapat diartikan sebagai suatu proses menganalisis kegiatan operasi perusahaan berdasarkan prosedur dan metode operasinya untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari kegiatan tersebut. Pemeriksaan operasional menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan perusahaan untuk memperbaiki kegiatan operasi agar berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis. Pemeriksaan operasional dilakukan dalam lima tahap yaitu tahap perencanaan, tahap rencana kerja, tahap pemeriksaan lapangan, tahap pengembangan temuan dan rekomendasi, dan pelaporan. Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada. Kendala yang sering dihadapi perusahaan manufaktur adalah banyaknya produk cacat. Produk cacat yaitu unit produksi yang telah selesai diproduksi atau masih dalam tahap produksi yang tidak memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan pemesan dan dibuang atau dijual dengan harga yang lebih murah.
Descriptive study dipilih peneliti dalam melakukan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah studi lapangan dan studi literatur. Studi lapangan dilakukan peneliti dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan, studi literatur dilakukan peneliti dengan mempelajari teori-teori yang berkaitan. Data yang diperoleh peneliti dievaluasi dengan menggunakan fishbone diagram untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya produk cacat, serta peneliti melakukan analisis terkait biaya tambahan yang dikeluarkan untuk rework, biaya yang dikeluarkan untuk mengganti rugi kain grey dan biaya pencelupan kembali karena adanya kain cacat yang sudah tidak dapat di-rework, serta penurunan laba dari jasa celup karena adanya produk cacat yang tidak dapat di-rework.
Dalam proses produksi perusahaan terdapat tingkat kecacatan produk yang dihasilkan pada bulan Oktober hingga Desember 2017 sebesar 2,29%. Peneliti hanya meneliti selama tiga bulan pada bulan Oktober hingga Desember 2017 karena adanya keterbatasan data yang diberikan oleh perusahaan. Setelah dilakukan penelitian, peneliti mengetahui adanya biaya tambahan yang dikeluarkan untuk rework pada bulan Oktober hingga Desember 2017 yaitu Rp 28.729.321,71. Perusahaan menambah biaya ganti rugi kain grey yang cukup besar untuk mengganti kain cacat yang tidak dapat di-rework yaitu Rp 20.491.900. Selain itu, adanya penurunan laba dari jasa celup karena adanya produk cacat yang tidak dapat di-rework membuat perusahaan tidak mendapatkan keuntungan yang optimal. Total laba yang diperoleh perusahaan untuk kain cacat yang tidak dapat di-rework yaitu Rp 939.896,08. Sedangkan, total laba seharusnya yang diperoleh perusahaan dari kain yang dicelup dengan kualitas baik yaitu Rp 4.556.996,08. Oleh sebab itu, perusahaan sebaiknya mengurangi tingkat kecacatan produk untuk mengurangi berbagai biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya produk cacat. |
en_US |