Abstract:
Lebih dari 50 tahun (1962-2018) Papua menjadi daerah konflik. Konflik tercipta karena dua pandangan yang berbeda antara masyarakat Papua dengan pemerintah Indonesia atas sejarah integrasi Papua Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagi pemerintah Indonesia, Papua sudah final menjadi bagian dari NKRI melalui Pepera tahun 1969. Sementara masyarakat Papua menuntut status Papua ditinjau ulang karena Pepera yang dilakukan sarat kecurangan dan tidak sesuai dengan hukum internasional. Orang Papua bahkan merasa memiliki hak menentukan nasib sendiri secara demokratis. Maka, sampai saat ini mereka terus melakukan perlawanan. Perjuangan orang Papua ditanggapi oleh pemerintah dengan pendekatan politik represif dan militeristik sehingga melahirkan beragam pelanggaran HAM Papua. Gereja Keuskupan Jayapura sebagai salah satu Gereja lokal di Papua dipanggil melaksanakan misi penyelamatan di tengah kasus-kasus pelanggaran HAM Papua. Gereja sebagai penerus misi keselamatan Allah dalam sejarah hidup manusia harus mengambil bentuk yang konkret di tengah kondisi dan pergumulan umat Allah di Papua akibat pelanggaran HAM. Gereja Keuskupan Jayapura mesti hadir sebagai sakramen keselamatan Allah, sebagaimana Kristus sendiri melakukan di tengah sejarah hidup manusia melalui peristiwa inkarnasi.