Abstract:
Pada dasarnya Alun-alun tidak lepas dari konsep filosofis yang mendasari tatanannya. Konsep filosofi tersebut berupa adanya hubungan kultural antara Alun-alun dan Kompleks Keraton secara spasial dan imajiner. Alun-alun pada masa lalu dapat dikatakan sebagai identitas tidak terlepas dari Kompleks Keraton sebagai Pusat Pemerintahan. Bertambahnya kebutuhan ruang untuk setiap bagian institusi Pemerintahan saat ini mengakibatkan terjadinya penambahan ataupun pergantian gedung, sedangkan untuk mempertahankan eksistensi Alun-alun sebagai ruang terbuka bersejarah dilakukanlah revitalisasi. Terjadi benturan kepentingan seiring pengembangan Kota yang dapat memperkuat ataupun memperlemah hubungan kultural ruang Alun-alun dan Kompleks Pemerintahan. Hal tersebut yang menarik untuk dilihat kembali apakah saat ini pemahaman Alun-alun sebagai identitas Kota masih erat kaitannya dengan Alun-alun sebagai simbol kekuasaan. Penelitian dilakukan dengan membedah unsur fisik pembentuk lingkungan (physical order) dan aturan-aturan teritori yang diberlakukan dalam konfigurasi elemen fisik (territorial order) seperti yang dikemukakan Habraken, dilanjutkan dengan identifikisai transformasi dan adaptasi. Tahap interpretasi dilakukan dengan melihat hubungan spasial dan imajiner ruang Alun-alun dan Kompleks Pemerintahan. Dari hasil analisa ditemukan hubungan kultural ruang Alun-alun dan Kompleks Pemerintahan secara spasial dan imajiner kuat, hubungan spasial kuat – imajiner lemah, hubungan spasial hilang – imainer lemah, hubungan spasial dan imajiner lemah, serta hubungan spasial dan imajiner telah hilang. Manfaat penelitian ini bagi penulis maupun pembaca khususnya pihak otoritas yang memegang kendali ruang Alun-alun, mendapatkan pengetahuan yang komprehensif dalam mempertimbangkan hal-hal yang dapat memperkuat ataupun merusak Alun-alun sebagai warisan budaya.