Abstract:
Pemenuhan energi listrik sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 secara tepat waktu. Merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Membawa konsekuensi terkait konsistensi titik berat otonomi daerah diletakkan. Terhadap koordinasi kewenangan pengelolaan panas bumi pada tataran kebijakan energi nasional. Sehubungan kendala pemanfaatan tidak langsung panas bumi dalam kawasan hutan taman nasional. Melatarbelakangi perubahan perubahan pembagian urusan konkuren pilihan. Sejalan dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi lebih awal. Dibandingkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk menelaah lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal. Bertujuan untuk mengevaluasi titik berat otonomi daerah diletakkan dan menilai koordinasi kewenangan pengelolaan panas bumi pada tataran kebijakan energi nasional. Dalam hal ini, lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kuningan dengan membandingkan kewenangan pengelolaan panas bumi di Jawa Timur. Dari penelitian ini disimpulkan titik berat otonomi mengalami pergeseran. Didasarkan sistem panas bumi memiliki karakter unik. Terutama dalam hal keberadaannya bersifat lintas daerah administratif. Semestinya dilandaskan prinsip akuntabilitas, efisiensi dan penghindaran eksternalitas. Serta kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dikesampingkan. Kemudian mengenai koordinasi kewenangan pengelolaan panas bumi di Gunung Ciremai dalam kerangka otonomi daerah. Lebih menekankan mempersingkat proses pemanfaatan tidak langsung panas bumi untuk keperluan energi listrik dalam kawasan hutan taman nasional. Sehingga kawasan hutan taman nasional telah dipersiapkan sebagai kawasan cadangan pembangunan. Sementara itu, telah tercukupinya energi listrik di Kabupaten Kuningan dan tidak eksplisit dinyatakan wilayah Kabupaten Kuningan dalam jaringan infrastruktur pembangkitan tenaga listrik di Jawa Barat dikesampingkan.