Abstract:
Sebagaimana diketahui bahwa untuk pertama kalinya pasca KAA 1955 negara-negara di
Asia dan Afrika memiliki mekanisme kerjasama multilateral, yaitu NAASP. Sejak
digulirkan pertama kali pada KTT AA 2005 di Jakarta Indonesia, NAASP telah memasuki
dasawarsa pertama. Meski terus berproses, keberhasilan NAASP dirasa masih kurang di
mana belum ditemukan bukti otentik yang memperlihatkan antusiasme negara-negara
anggotanya terhadap NAASP.
Permasalahan-permasalahan di atas memunculkan pertanyaan menarik untuk diteliti yaitu,
Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam membangkitkan Solidaritas Asia Afrika
melalui NAASP? dan Apa yang menyebabkan NAASP tidak berjalan seperti yang
diharapkan? Untuk menjawab pertanyaan penelitian itu Penulis menggunakan konsep
Multilateralisme sebagai kerangka pemikiran utama untuk keperluan analisa. Sedangkan
metode penelitian yang digunakan adalah paradigma Tradisionalis.
Dalam penelitian ini Penulis menemukan adanya ketidaksinkronan antara kepentingan
intangible needs Indonesia dan kepentingan tangible needs kawasan Afrika melalui
NAASP. Sejak Fase Pembuahan NAASP, kelahiran NAASP datang dari idealisme, bukan
materialisme. Dalam Fase Perumusan hal-hal utama terkait tanggung jawab substansi dan
finansial NAASP menjadi isu krusial. Dua hal itu diemban oleh pemerintah Indonesia.
Lalu, dalam Fase Implementasi isu Palestina lebih banyak mendominasi tinimbang isu
investasi dan perdagangan seperti yang dicita-citakan Afrika Selatan di awal gagasan.
Akhirnya, dalam masalah institusionalisasi, NAASP pun tak luput dari permasalahan.
Sebab, pasca periode Pertama Keketuaan Bersama NAASP Indonesia - Afrika Selatan yang
berakhir pada tahun 2011 lalu NAASP tidak mendapatkan kandidat suksesi dari negara-negara
anggotanya.
Setelah melakukan studi dokumen dan wawancara, Penulis menyimpulkan bahwa NAASP
kurang berhasil akibat masalah koordinasi dan kolaborasi NAASP. Hal itu dipicu oleh dua
faktor, yaitu (1) adanya dilema kepentingan antara Indonesia dan Afrika Selatan selaku
Ketua Bersama NAASP sehingga program-program implementasi NAASP yang diinisiasi
tidak sejalan dengan kebutuhan NEPAD Afrika, dan (2) adanya aliansi asimetri dalam
NAASP sebagai konsekuensi dari kemunculan proliferasi antar kemitraan strategis di luar
mekanisme NAASP di kawasan Asia dan Afrika.