Abstract:
Gramatika arsitektur sebagaimana gramatika dalam bahasa alami merupakan tata atur susunan
ruang. Gramatika bersifat derivative artinya melalui ketentuan dasarnya dapat diturunkan sejumlah
varian susunan yang tidak terbatas. Gramatika dibentuk oleh elemen yang disusun membentuk
susunan yang bermakna. Gramatika memiliki komponen yaitu struktur, sistem, kategori, fungsi
dan peran. Fokus penelitian ini adalah merumuskan gramatika arsitektur yang terdiri dari elemen,
susunan dan makna gramatikalnya. Masing-masing dikaji melalui komponennya. Obyek Material
yang diteliti adalah ruang dalam dan ruang luar pada rumah dan kelompok rumah di desa Tirtosari,
Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Untuk menemukan karakteristik gramatika,
dilakukan kajian atas nilai-nilai kehidupan yang tumbuh di masyarakat.
Paham yang kuat mempengaruhi penelitian adalah strukturalisme. Pendekatan dilakukan melalui
paradigma dan teori linguistik. Langkah pertama, mengeksplorasi nilai-nilai kehidupan yang
tumbuh dalam kehidupan masyarakat di desa Tirtosari dan ruang yang mengakomodasinya.
Langkah kedua, melakukan kajian tipomorfologi untuk menemukan tipe elemen pembentuk
gramatika. Langkah ketiga, melakukan kajian sintaksis atas ruang untuk mengetahui susunan
ruang-ruang. Langkah keempat, melakukan kajian semantik agar dapat diketahui makna
gramatikal dalam konteks keseluruhan tatanan. Langkah kelima, mengidentifikasi struktur
permukaan (surface structure) yang mewujud dalam ketentuan-ketentuan dasar. Integrasi hasil
kajian struktur permukaan dirumuskan struktur dalam (deep structure) yang menjadi inti gramatika
arsitektur.
Temuan penelitian disertasi ini adalah bahwa gramatika arsitektur adalah gramatika spasial;
ketentuan dasar mengenai sesuatu yang bergerak dan berhenti secara spasial. Pergerakan bersifat
spasial dengan tiga aksis yang memiliki predikat sebagai generator. Predikat digerakkan oleh nilai
kehidupan. Nilai-nilai dominan di wilayah penelitian adalah hormat, mpan-papan ’sadar tempat
dan waktu sesuai dengan kedudukan dirinya’ dan rukun, tepa slira ’empati’ pada sesama. Secara
terstruktur dan sistimatis membentuk zona melayani dan yang dilayani.