Abstract:
Persimpangan sebidang antara jalan dan jalan rel merupakan suatu lokasi yang mempunyai potensi besar untuk menimbulkan konflik lalulintas. Upaya untuk mengurangi konflik telah dilakukan dengan memasang rambu lalu lintas dilarang berhenti di lokasi persimpangan tersebut. Namun ketidaktertiban angkutan kota (angkot) yang ditunjukkan dengan adanya beberapa trayek angkot yang berhenti bahkan parkir dan menjadikan lokasi di sekitar persimpangan tersebut terminal bayangan tentunya akan meningkatkan konflik lalulintas dan menurunkan tingkat keselamatan pengguna jalan. Makalah ini mengkaji secara mendalam mengenai pengaruh ketidaktertiban angkot terhadap kelancaran arus lalu lintas pada persimpangan sebidang antara jalan dan jalan rel. Studi kasus dilaksanakan di persimpangan sebidang antara jalan Abdul Rahman Saleh dan jalan rel di Bandung. Persimpangan yang paling banyak menimbulkan konflik lalulintas ini dipilih berdasarkan penelitian pendahuluan terhadap semua persimpangan sejenis di kota Bandung. Pengumpulan data arus lalu lintas dan data antrian dilakukan pada jam puncak pagi dan sore dan jam tidak puncak, pada saat ada dan saat tidak ada polisi lalu lintas yang menegakkan peraturan lalu lintas di lokasi persimpangan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan arus lalu lintas terutama pada jam puncak pagi (27%-37%) dan penurunan panjang antrian sebesar 2%-22% di kedua arah jalan umum jika ada polisi. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan lalulintas yang baik saja tidak cukup, kinerja lalulintas yang baik akan dihasilkan hanya jika peraturan tersebut ditaati, khusus dalam studi ini perlu dengan kehadiran polisi.
Description:
Makalah dipresentasikan pada Simposium XI - FSTPT. "Pembangunan Infrastruktur Transportasi dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal". Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi. Semarang, 29-30 Oktober 2008.