dc.description.abstract |
Keraton Yogyakarta terbangun lengkap tahun 1926, hingga kini masih bertahan - berfungsi baik (fungsi asal dan objek wisata). Ruang-ruang utamanya bergaya Arsitektur Jawa serasi dengan ruang-ruang pendukungnya bergaya Arsitektur Eropa. Tujuan studi mengungkap Kearifan Lokal Jawa pada tatanan ruang Kraton Yogyakarta, mendeskripsikan elemen-elemen arsitektur signifikan untuk dilestarikan dan
mendeskrisikan konsep pelestariannya. Metoda studi adalah deskriptif-eksplanatif, dengan pendekatan Budaya Jawa-Arsitektur-Pelestarian. Kearifan Lokal Jawa “kesatuan interaksi alam-sosial-spiritual” dan “budaya toleransi” mendasari tata ruang Kraton. Wujud kesatuan interaksi alam-sosial-spiritual berupa tata ruang Kraton berporos Sumbu Filosofis (garis lurus dari Tugu Pal Putih - Alun-alun - Kraton -
Panggung Krapyak), posisi bangsal Sitihinggil di bagian muka, dan ruang-ruang utama pola terbukamemusat (atap tajuk, dekorasi terpusat). Di dalam bangsal Sitihinggil Sultan bermeditasi (menatap Tugu Pal Putih), memimpin upacara Kraton, dan menerima keluhan rakyat (duduk di pusat Alun-alun Utara).
Wujud Budaya toleransi berupa dua gaya arsitektur (Tradisional Jawa - Eropa) dalam satu bangunan, dekorasi ruang utama bermotif budaya Jawa-Islam-Budha, dan sarana dialog sultan - rakyatnya.
Konsep pelestarian: Preservasi tata ruang Kraton simetri Sumbu Filosofis; Preservasi-perawatan rutin bangunan (tata ruang, atap, plafon, balok tumpangsari, talang, jendela, tiang-tiang, dekorasi-ornamen); Restorasi Alun-alun Utara (pasir-rumput, pohon sekeliling). |
en_US |