dc.description.abstract |
Perkembangan abad-21 yang ditandai oleh Rising-China menimbulkan harapan sekaligus kekhawatiran terutama bagi wilayah sekitar dan negara tetangganya. Termasuk dalam hal ini Asia-Tenggara dan Indonesia. Pada tahun 2013 Tiongkok telah mencanangkan OBOR (One Belt One Road) sebagai rencana ekonomi jangka panjangnya, yang bercakupan inter-kontinental. Pada tahun yang sama Indonesia membentuk Poros-Maritim. Tulisan ini mengantisipasi persoalan yang dihadapi Indonesia terkait koeksistensi kedua strategi diatas, yang bila tidak diatasi dengan baik akan menutup peluang mendapatkan keuntungan ekonomi timbal-balik. Interaksi antar negara yang seyogyanya dilakukan dengan mengedepankan kerjasama hanya dapat terlaksana bila national-interest para pihak terpenuhi. Dalam paper ini penulis berkesimpulan bahwa OBOR dan Poros-Maritim dapat saling menguntungkan bila potensi persoalan pada dua titik kritis, dari sudut kepentingan Indonesia, dapat ditangani dengan baik: Selat-Malaka dan Natuna (Laut Tiongkok Selatan/LTS). OBOR dan Poros-Maritim berhubungan amat dekat di Selat-Malaka, namun persoalannya tidak dalam tingkatan yang kritis sebagaimana yang terjadi di Natuna (LTS), walaupun lokasi yang disebut terakhir tidak langsung bersinggungan dengan jalur OBOR. Persoalan kedua kritis karena menyangkut isu territorial, yang bila tidak terselesaikan dengan baik berpotensi merubah posisi Indonesia (non-claimant) dalam eskalasi ketegangan di LTS. Ini sekaligus akan mengganggu kerjasama antar kedua negara, termasuk dalam konteks OBOR. Penyelesaian persoalan-persoalan ini akan membuka pintu bagi kerjasama yang memberikan manfaat ekonomi bagi kedua belah pihak. |
en_US |