Abstract:
Sering dengan pembangunan ekonomi yang semakin berorientasi kepada mekanisme pasar serta adanya
pergeseran struktur perekonomian, ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia merupakan hal
yang sulit dihindari. Kesenjangan antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa demikian pula kesenjangan antara
kawasan Barat Indonesia dan kawasan Timur Indonesia. Percepatan pembangunan, khususnya di Kawasan
Timur Indonesia seperti Pulau Sumba, masih menghadapi banyak kendala, seperti infrastruktur, sumber
daya manusia (SDM), kelembagaan, dan lain-lain. Kapasitas SDM menjadi salah satu kunci keberhasilan
pencapaian kinerja dalam suatu daerah atau lembaga. Pulau Sumba adalah sebuah pulau di ujung barat
provinsi Nusa Tenggara Timur. Seperti pada umumnya daerah di Kawasan Timur Indonesia, banyak
paradoks terlihat di Pulau Sumba. Dibalik keindahan alam, justru kemiskinan dan ketertinggalan
pembangunan banyak dijumpai di sana. Meskipun banyak sekolah dasar didirikan swasta sejak awal tahun
1900 di Pulau Sumba, namun kualitas pendidikan tidaklah dapat disejajarkan dengan sekolah pada
umumnya di Pulau Jawa. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Weetebula berlokasi di
Desa Karuni Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. STKIP adalah satu-satunya perguruan tinggi di Pulau
Sumba yang mengkhususkan diri mendidik para calon guru sekolah dasar dan menengah. Mitra menjadi
pintu akses kami kepada para guru dan calon guru di Sumba Barat Daya. Permasalahan umum pendidikan
di Sumba Barat Daya antara lain adalah: (1) Pendekatan pembelajaran terutama untuk pendidikan sekolah
dasar kelas rendah; (2) Monitoring oleh masyarakat (orangtua) tidak berjalan dengan baik; (3) Peningkatan
kemampuan guru agar dapat setara dengan guru yang memenihi kualifikasi sebagai pendidik jarang
dilakukan atau kurang difasilitasi; (4) Sarana dan prasarana pendidikan yang tidak memadai mempersulit
guru untuk mengembangkan diri. Pelaksanaan kegiatan pengabdian adalah tanggal 8-16 Oktober 2016 dan
11-17 Desember 2011. Kegiatan berbentuk Workshop dan kunjungan ke sekolah-sekolah. Workshop
diselenggarakan dua bagian. Bagian pertama membahas materi: (1) Menjadi Pribadi yang Efektif-Kemenangan Pribadi, dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pendidik adalah seorang pemimpin dalam
masyarakat, harus mampu menjadi agen perubahan dalam komunitasnya. (2) Menjadi Pendidik di Abad 21,
dengan pemikiran proses pembelajaran harus mengembangkan keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan di abad 21. Keterampilan-keterampilan tersebut (21st Century Skills) adalah Komunikasi,
Kolaborasi, Berpikir Kritis, dan Kreatif. Bagian kedua membahas materi: (3) Menjadi Pendamping Anak,
dilatarbelakangi untuk membekali para pendidik agar mampu mendampingi siswa-siswanya lebih baik dan
memahami sisi psikologis para siswanya. Melalui program ini diharapkan bahwa para pendidik dapat
mengubah cara mendidik yang selama ini terjadi di Sumba, yang dinilai cukup "keras". (4) Menjadi Pribadi
yang Efektif-Kemenangan Publik melalui empat kebiasaan. Workshop bagian pertama dan kedua diikuti
oleh masing-masing 72 orang dan 59 orang peserta. Kegiatan kunjungan dilakukan terhadap 8 sekolah dasar
di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kunjungan ke sekolah bertujuan untuk lebih memahami kondisi dan
kebutuhan pendidikan dasar di Sumba Barat Daya. Kesimpulannya adalah perkembangan pendidikan di
daerah, khususnya di Sumba Barat Daya tidak sepesat di Pulau Jawa. Potensi pendidik di Sumba cukup
besar, yang ditunjukkan dengan antusias yang tinggi untuk belajar hal yang baru dan mereka juga cukup
kreatif. Namun potensi tersebut belum berkembang karena kurangnya dukungan dari pihak luar, masih
terbatasi oleh paradigma dan budaya setempat. Program-program seperti ini menjadi salah satu alternatif
untuk mengembangkan kapasitas pendidik Sumba Barat Daya. Namun demikian perlu dilakukan secara
sistematis dan berkelanjutan untuk periode waktu yang cukup panjang.