Abstract:
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten
DT. II Tanah Datar Propinsi DT. I Sumatera Barat. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan alasan erat
hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
untuk memperoleh pemahaman dan makna yang mendalam tentang
pergeseran peran dan fungsi lembaga adat dalam masyarakat
Minangkabau.
Hasil penelitian menunjukkan pemahaman, bahwa lembaga adat
Minangkabau memiliki fungsi sosial, yang memberi pengaruh dan
merupakan suatu kebutuhan serta mutlak adanya terhadap kelangsungan
masyarakat dan adat Minangkabau yang secara struktural adat, struktur
sosial dan pranata sosial terintegrasi kedalamnya. Apabila salah satu diantara unsur-unsur lembaga adat Minangkabau ini seperti rumah gadang,mamak kaum atau mamak suku, lembaga kerapatan adat Minangkabau
dan Nagari, tidak memiliki peran dan fungsinya, maka ia akan memberi
pengaruh terhadap peran dan fungsi dari unsur-unsur yang lainnya.
Sehubungan dengan adanya usaha DPRD Tingkat I Sumatera Barat pada
tanggal 7 Desember tahun 2000 yang lalu, sepakat untuk mengesahkan
kembali adanya pemerintahan nagari melalui Perda tentang Ketentuan
Pokok Perunabahan Pemerintahan Desa di Sumatera Barat menjadi
Pemerintah Nagari yang telah 52 tahun dihapuskan oleh Pemerintah
Republik Indonesia melalui PP Daerah Propinsi Sumatera Tengah No.
17 /GP/48 tertanggal 8 April 1948 dan No. 50/GP/50 tertanggal 14 juni
1950, serta UU Pokok tentang Pemerintahan Daerah No. 22 tahun 1948,
UU No 5 tah u n 1979 tentang Pemerintahan Desa yang pelaksaanannya d i
Sumatera Barat ditetapkan dalam Perda Tingkat I Propinsi Sumatera
Barat No. 7 tahun 1981, menunjukkan bahwa lembaga adat Minangkabau
masih merupakan suatu kebutuhan serta mutlak adanya terhadap
kelangsungan masyarakat dan adat minangkabau. Terjadinya pergeseran
peran dan fungsi lembaga adat dalam masyarakat Minangkabau yang
menggambarkan telah terjadi perubahan sosial dalam masyarakat dan
adat Minangkabau, sebenarnya telah terjadi sejak masuknya pengaruh
Islam lewat Aceh di Minang kabau. lni terlihat pada lembaga mamak kaum
atau suku pada parui' atau rumah gadang telah beralih ke " urang
Sumando", kemudian semakin eratnya hubungan antara anak dengan
"bako" nya, semakin erat hubungan antara bako dengan anak "pisang"nya, masuknya malim ke lembaga kerapatan adat Minangkabau,
masuknya gelar Sutan atau Marah, Sidi, Bagindo ke dalam tatanan
panghulu dalam kaum atau suku. Pergeseran peran dan fungsi lembaga
adat dalam masyarakat Minangkabau ini dapat juga terjadi sebab adanya
tradisi meranlau dalam masyarakat dan adat Minangkabau yang
menyebabkan terjadinya akulturasi budaya lain ke dalam masyarakat dan
adat Minangkabau. Begitu pula dengan adanya UUPA No. 5 tahun 1960
dan PP No. 10 tahun 1961 tentang pedaftaran tanah dan peraturan
menteri pertanian dan agraria No. 2 tahun 1962 tentang Penegasan
Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia alas Tanah yang
menghendaki dibuatnya sertifikat tanah oleh pemerintah turut pula
memberi pengaruh terhadap terjadinya pergeseran peran dan fungsi
lembaga adat dalam masyarakat Minangkabau. Secara menyeluruh
pergeseran peran dan fungsi lembaga adat Minangkabau ini memberi
pengaruh terhadap pengasingan cara-cara tradisional oleh masyarakat
menuju ke arah reorientasi, penerimaan struktur normatif kebudayaan
lain tanpa mengindahkan kemungkinan penguatan kembali
(reafirmation), untuk memperkokoh kebudayaan masyarakat
Minangkabau.
Padahal apabila ditilik lembaga adat Minangkabau di samping
memiliki peran dan fungsi sosialnya yang menggambarkan identitas sosial
dan budaya masyarakat dan adat Minangkabau, ia juga memiliki daya
pengikat dan daya gerak masyarakat yang dapat dijadikan potensi
penunjang pelaksanaan pembangunan di propinsi DT. I Sumalera Barat.
Oleh karena itu dalam penelilian ini d1sarankan agar pihak pemerintah dan
masyarakat adat Minangkabau, mau memahami kembali tentang penting
peran dan fungsi lembaga adat dalam kehidupan masyarakat
Minangkabau. Sebab itu adanya usaha Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tingkat I Sumalera Barat yang pada tanggal 7 Desember 2000 untuk
mengesahkan Peraturan Daerah tentang Ketentuan Pokok Perubahan
Pemerintahan Desa di Sumatera Barat kembali menjadi Pemerintahan
Nagari, perlu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Sumatera Barat,
serta masyarakat Minangkabau untuk secara bersungguh sungguh
mendukung rancangan tersebut dalam kaitannya dengan pelaksanaan
otonomi daerah yang akan dilaksanakan di Sumatera Barat. Apabila ditilik
tentang masih berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960, PP No. 1O lahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria
No. 2 tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas
Hak-hak Indonesia Alas Tanah, yang memberi akibat luas dalam
penguasaan , penggunaan, dan kepemilikan tanah dalam masyarakat
Minangkabau yang menimbulkan adanya perubahan sosial sebaiknya
ketentuan peraturan perundang-undangan ini perlu ditinjau kembali untuk
menghilangkan adanya isu negatif dalam pelaksanaan pembangunan dan
otonomi daerah di propinsi DT. I Sumatera Barat.