Abstract:
Penerimaan perpajakan adalah sumber dana utama yang sangat berpotensi dalam pengingkatan pendapatan Negara Indonesia. Maka dari itu, pemerintah sangat fokus dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terkait pembayaran pajaknya. Namun, masih banyak masyarakat Indonesia menggunakan self assessment system dalam pemungutan pajaknya. Pemerintah pun mengupayakan berbagai cara untuk mendorong peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dengan mengeluarkan berbagai kebijakan terkait pajak. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tahun 2016 adalah kebijakan pengampunan pajak. Kebijakan pengampunan pajak merupakan program pengampunan yang diberikan pemerintah kepada Wajib Pajak atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT. Kebijakan pengampunan pajak ini merupakan stimulus untuk mengingkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Menurut UU No. 16 tahun 2009, maka Presiden menimbang bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan pendanaan besar yang bersumber utama dari penerimaan pajak. Selain itu bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan Pajak. Oleh sebab itu dibentuklah Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Apabila masyarakat memahami pertimbangan Presiden di atas, masyarakat tersebut yang termasuk dalam ketentuan kebijakan pengampunan pajak akan mengikuti kebijakan tersebut. Maka untuk mengikuti kebijakan pengampunan pajak, masyarakat harus memahami UU No. 11 tahun 2016 terkait manfaat kebijakan pengampunan pajak (pasal 2 ayat 1 dan penjelasan UU No. 11 tahun 2016 bagian umum), syarat untuk mengikuti kebijakan pengampunan pajak (pasal 8 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3), subjek kebijakan pengampunan pajak (pasal 3 ayat 1 dan ayat 3), objek kebijakan pengampunan pajak (pasal 3 ayat 2, ayat 4, ayat 5). Apabila masyarakat yang mengikuti kebijakan pengampunan pajak telah sadar dan patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka Wajib Pajak tersebut memenuhi kriteria Wajib Pajak patuh sesuai PMK No. 74/pmk.03/2012 pasal 2.
Untuk mengukur adanya probabilitas peningkatan pemahaman kepatuhan Wajib Pajak akibat pemahaman kebijkan pengampunan pajak, peneliti menggunakan uji validitas, uji realibitas, uji normalitas, dan uji hipotesis. Kemudian, peneliti melakukan analisis data menggunakan statistik deskriptif, analisis regresi, analisis korelasi pearson product moment, dan analisis keofisien determinasi. Objek penelitian ini adalah pemahaman kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan unit penelitian ini adalah KPP Pratama Cibeunying.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pengampunan pajak tidak dapat memberikan peningkatan jumlah Wajib Pajak di KPP Pratama Cibeunying secara signifikan, tetapi kebijakan tersebut dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT. Hubungan antara variabel pemahaman kebijakan pengampunan pajak terhadap pemahaman kepatuhan wajib pajak termasuk dalam kategori kuat dan probabilitas peningkatan pemahaman kepatuhan Wajib Pajak akibat adanya pemahaman kebijakan pengampunan pajak sebesar 50,5%. Maka peneliti menyaranan, KPP Pratama Cibeunying sebaiknya dapat meningkatkan sosialisasi mengenai kebijakan pengampunan pajak kepada masyarakat di wilayah kerja KPP Pratama Cibeunying Bandung apabila diadakan kembali kebijakan pengampunan pajak di masa yang akan datang. Selain itu, Wajib Pajak yang telah mengikuti kebijakan pengampunan pajak juga diharapkan tetap melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya.