Abstract:
Pemeriksaan kondisi jembatan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem
manajemen jembatan. Di Indonesia, Panduan Pemeriksaan Jembatan Direktorat Jenderal Bina
Marga 1993 sampai dengan saat ini masih digunakan sebagai panduan dalam melakukan
pemeriksaan jembatan. Namun, terdapat kekurangan dalam panduan tersebut yaitu belum adanya
pendekatan sistematis dalam penilaian kondisi jembatan dari hierarki terendah (i.e. level 5) ke
hierarki yang lebih tinggi (i.e. level 1), menjadikan penilaian yang didapat rawan terhadap
inkonsistensi dan sangat tergantung pada penilaian subjektif surveyor. Oleh karena itu, untuk
mengisi kekosongan tersebut, penelitian ini mengusulkan sebuah model baru untuk menilai dan
menentukan setiap level kondisi jembatan. Kriteria kerusakan jembatan masih menggunakan Main
Road Western Australia 2013 dan California Departement of Transportation 2014 serta model ini
menggunakan metode Analytical Network Process (ANP) untuk menentukan bobot elemen dan
kerusakan elemen. Berdasarkan perhitungan metode ANP elemen gelagar, fondasi dan aliran
sungai memiliki bobot tertinggi pada tiap komponen bangunan atas, bangunan bawah dan
bangunan penunjang. Model ini menggunakan bobot tertimbang dari 0 sampai dengan 100 dengan
nilai 0 menyatakan bahwa tidak terdapat kerusakan dan 100 menunjukkan kerusakan secara
menyeluruh untuk menilai kondisi pada setiap levelnya kecuali pada level 1 (i.e kondisi jembatan).
Pada level 1, kategori kerusakan jembatan dihitung dengan menggunakan nilai operator maksimum
pada tiap komponen jembatan (bangunan atas, bangunan bawah dan bangunan penunjang) untuk
mengetahui nilai kondisi dari jembatan. Meskipun tes validasi telah mengkonfirmasi keunggulan
model yang diusulkan terhadap model sebelumnya, namun model ini bukan tanpa keterbatasan.
Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa ruang kedepannya untuk penelitian lanjutan dalam
meningkatkan kegunaan model dan penerapannya.