Abstract:
Diskresi polisi adalah kebebasan bertindak atas wewenang menurut penilaiannya sendiri sejalan situasi kondisi tertentu. Hal ini menempatkan polisi pada pilihan untuk melakukan tafsir hukum dalam menjalankan perannya sebagai aparat penegak hukum pada saat ketentuan dalam perundang-undangan akan dilaksanakan, Namun demikian dalam tataran praktik acapkali terjadi kesenjangan pemikiran antara penegak hukum (Polisi) dengan Advokat dan masyarakat pencari keadilan. Adapun spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Sedangkan metode pendekatan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Adapun teknik pengumpulan data digunakan studi dokumen, Wawancara dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukan hakikat diskresi Polisi diperlukan agar polisi dapat menjalankan fungsinya secara dinamis dalam proses penegakan hukum, sehingga hal yang sifatnya penting dan mendesak, polisi atas inisiatifnya sendiri dapat langsung bertindak dengan berpijak pada asas kebijaksanaan, sehingga diperoleh keefektifan tercapainya suatu tujuan demi tercapainya keselarasan antara kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Implementasi diskresi polisi terhadap tindak pidana belum sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum, Indikatornya diskresi dipahami penyelesaian perkara tanpa prosedur hukum, diskresi diterapkan tanpa mempedulikan sifat melawan hukumnya perbuatan. Terjadinya hal tersebut dipengaruhi kondisi sosial masyarakat sendiri yang tidak tahu hukum, juga didukung oleh sumber daya manusia petugas kepolisian sendiri. Pola Mekanisme penerapan diskresi saat ini didahului permohonan dari pihak korban ke polisi, kemudian atas permohonan korban tersebut polisi mempertimbangkan dan untuk kemudian mempertemukan antara pihak pelaku dan korban. Apabila kesepakatan antara pelaku dan korban tercapai, maka kedua belah pihak membuat surat pernyataan yang pada intinya pihak pelaku akan mengganti semua kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatannya dan pihak korban menyanggupi untuk tidak lagi mempersoalkan kasus ini secara hukum. Pola Mekanisme diskresi ke depan perlu dukungan polisi profesional, memiliki pemahaman : a) dasar keberlakuan dan tujuan diskresi; b) standar, baik dilihat dari aspek yuridis maupun dari aspek sosial. Pola penerapan diskresinya, secara berjenjang (institusional), individu polisi dilaporkan kepada atasan langsung, Kanit, Kasat, Kapolres menyertakan dasar-dasar pertimbangan. Kemudian berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk persetujuan sehubungan dengan tidak dilakukannya penuntutan atas kasus tersebut. Kemudian polisi atas wewenang diskresi merumuskan persyaratan tertentu (teguran keras, kompensasi, minta maaf) dan menyusun proses verbal singkat, baik berbentuk hasil penyidikan maupun dalam bentuk Surat Penghentian penyidikan (SP3).