Abstract:
Negara saat ini dituntut agar memiliki kemampuan pertahanan dengan militer yang kuat dan modern. Namun, biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapabilitas militer semakin mahal. Dengan melakukan kerjasama pertahanan, memungkinkan bagi suatu negara untuk melatih dan mendidik kekuatan militernya dengan kualitas yang tinggi. Begitupula dengan apa yang Indonesia lakukan untuk mengatasi segala keterbatasan kapabilitas militernya, yaitu melakukan kerjasama pertahanan dengan Australia.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang mengkaji kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Australia dalam kerangka Agreement to Maintain Security dan Lombok Treaty. Untuk menjelaskan fenomena kerjasama tersebut, digunakan pendekatan kerjasama pertahanan yang digagas oleh Swedish Defense Commission dan dilengkapi oleh Brigjen TNI (Purn) Makmur Supriyatno. Pada dasarnya, pendekatan tersebut menekankan bahwa hal terpenting yang menjadi kriteria untuk melakukan kerjasama pertahanan adalah dapat berkontribusi bagi keamanan sebuah negara atau memberikan nilai tambah yang dianggap tepat dengan biaya yang rendah, serta dapat meningkatkan kapabilitas operasional angkatan bersenjata negara yang bersangkutan, termasuk interoperabilitas dengan negara mitra.
Menariknya, kerjasama yang dilakukan antara Indonesia dan Australia hanya berfokus pada kunjungan, pertemuan, dan latihan bersama, sehingga tidak sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan kapabilitas. Hal tersebut dikarenakan motif dari kerjasama antara kedua negara masih belum jelas, maka dari itu perlu dilakukan kajian yang lebih lanjut.