Abstract:
Masuknya tekstil motif batik dari Tiongkok bermula dari keberadaan perjanjian internasional ACFTA yang menyebabkan arus impor produk tekstil motif batik membanjiri pasar batik Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah sehingga menyebabkan preferensi masyarakat terhadap produk batik Indonesia menurun. Menurunnya preferensi masyarakat terhadap produk batik Indonesia inilah yang menyebabkan keresahan pelaku industri batik di Kota-kota penghasil batik seperti Pekalongan, Yogyakarta, dan Surakarta. Berangkat dari hal tersebut pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana Upaya Pemerintah Kota Surakarta dan FPKBL dalam Menguatkan Industri Batik Kota Surakarta sebagai Respon terhadap serbuan tekstil motif batik Tiongkok.
Untuk menjawab penelitian diatas, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep. Pertama, penulis menggunakan teori interdependensi liberalisme Yang kedua, penulis menggunakan teori pluralisme. Yang ketiga, penulis menggunakan konsep globalisasi ekonomi. Yang keempat, penulis juga menggunakan konsep kepentingan nasional.
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta dan FPKBL di Kota Surakarta adalah dengan melakukan beberapa diklat dan pelatihan Selain pelatihan dan diklat, upaya yang dilakukan untuk memperkuat industri batik juga dilakukan dengan membuka edukasi membatik kepada masyarakat luas. FPKBL juga bekerjasama dengan pihak ketiga untuk mewujudkan Kampung Batik Laweyan sebagai Kampung Batik Digital