dc.contributor.advisor |
Sudira, I Nyoman |
|
dc.contributor.author |
Prayoga, Okyo Maretto |
|
dc.date.accessioned |
2017-06-12T03:01:28Z |
|
dc.date.available |
2017-06-12T03:01:28Z |
|
dc.date.issued |
2017 |
|
dc.identifier.other |
skp34016 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/2228 |
|
dc.description |
7811 - FISIP |
en_US |
dc.description.abstract |
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian mengenai bagaimana Cina menerapkan dominasinya terhadap Vietnam dan Filipina di Laut Cina Selatan. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teori realisme ofensif oleh John J. Mearshimer yang diikuti dengan konsep “teori ancaman Cina” dan konsep mengenai kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya konflik dari Patrice Van Evera.
Cina dalam kepemimpinan Deng Xiaoping mengalami revolusi internal yang mentransformasi Cina menjadi negara dominan di kawasan Asia. Cina menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Fenomena ini mengundang pendapat para pengamat untuk melihat naiknya Cina menjadi negara dominan, yang terkandung dalam teori Ancaman Cina. Laut Cina Selatan menjadi ajang bagi Cina untuk mempraktekan pengaruhnya. Kasus ini menjadi sumber ketegangan terbesar di kawasan Asia Tenggara, Vietnam dan Filipina menjadi negara kompetitor yang harus menghadapi Cina di kasus ini. Ketegasan yang dipraktekan Cina di wilayah perairan ini menjadi kekhawatiran dunia. Guna meredam kekhawatiran dan gagasan ancaman Cina tersebut, Presiden Hu Jintao menyatakan bahwa pertumbuhan yang dialami Cina akan menjadi proses yang damai. Tetapi jika dilihat dari fakta lapangan, pernyataan ini dapat dianggap berkontradiksi.
Sebagai pemain di kasus ini, Vietnam dan Filipina mengalami tekanan politik secara konstan dari Cina. Klaim Cina yang didasari oleh konsep “nine dash line” mencakup wilayah kedaulatan maritim Vietnam dan Filipina yang telah ditentukan yang UNCLOS dalam Zona Ekonomi Eksklusif. Kasus sengketa ini diwarnai serangkaian tindakan agresif Cina terhadap kapal-kapal Vietnam dan Filipina di Laut China Selatan. Cina menganggap seluruh aktifitas perairan yang dilakukan di Laut China Selatan merupakan sebuah tindakan pelanggaran kedaulatan. Sebagai negara dominan di kasus sengketa ini Cina tidak segan-segan menyatakan kepentingan nasionalnya terhadap laut ini. Kasus ini mengundang ketertarikan saya untuk melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah negara dominan mempraktekan kepentingan nasionalnya dan juga usahanya dalam politik internasional untuk mencapai status hegemoni regional. |
en_US |
dc.publisher |
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - UNPAR |
en_US |
dc.title |
Strategi Cina untuk menegaskan statusnya sebagai regional hegemon terhadap Vietnam dan Filipina dalam kasus Laut China Selatan |
en_US |
dc.type |
Undergraduate Theses |
en_US |
dc.identifier.nim/npm |
NPM2010330057 |
|
dc.identifier.nidn/nidk |
NIDN0423116701 |
|
dc.identifier.kodeprodi |
KODEPRODI609#Ilmu Hubungan Internasional |
|