Anatomi sengketa konstruksi pada proyek bangunan gedung di Indonesia

Abstract

Pembangunan gedung di Indonesia masih sangat tinggi, karena Indonesia merupakan negara berkembang dan gedung diperlukan sebagai tempat manusia beraktivitas. Industri konstruksi berjalan karena adanya kebutuhan dari Pengguna Jasa yang menggunakan jasa dari Penyedia Jasa. Pada hubungan keduanya, seringkali timbul klaim yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa. Sengketa menimbulkan kerugian bagi kedua pihak. Salah satu metode penyelesaian sengketa yang sering digunakan oleh Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa adalah jalur litigasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui anatomi sengketa konstruksi di tingkat litigasi pada jenis proyek gedung agar sengketa dapat dicegah dan kerugian dapat berkurang. Pada penelitian ini terdapat 10 kasus sengketa konstruksi bangunan gedung yang diunduh dari putusan.mahkamahagung.go.id. Analisis tersebut dilakukan dengan teknik coding yang menghasilkan simpulan bahwa penyebab sengketa menurut Pengguna Jasa yang paling dominan adalah keterlambatan pekerjaan. Sedangkan menurut Penyedia Jasa penyebab sengketa yang paling dominan adalah keterlambatan pembayaran. Sengketa konstruksi umumnya terjadi setelah tahun 1998. Sistem penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi merupakan sistem penyelesaian sengketa yang berjenjang di mana hasil putusan tidak final dan mengikat. Hal itu menyebabkan lamanya waktu penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi. Rasio nilai gugatan yang dikabulkan dibandingkan dengan nilai gugatan diajukan adalah sebesar 0,442. Hal ini menunjukkan bahwa jalur litigasi kurang efektif dalam penyelesaian sengketa konstruksi.