dc.description.abstract |
Dalam menjalankan praktik kedokteran, profesi dokter terikat pada aspek hukum, etika, dan disiplin profesi. Ketiga aspek tersebut menjadi guideline bagi setiap penyandang profesi dokter dalam menjalankan praktik kedokteran. Persinggungan antara ketiga aspek tersebut kerap terjadi dalam kasus medik antara dokter dan pasien/keluarga pasien. Persinggungan antara ketiganya membuat penyelesaian kasus medik menjadi tidak sederhana untuk diselesaikan oleh hakim. Penelitian ini mengkaji pola penalaran hakim dalam membedakan aspek etika, disiplin profesi, dan hukum yang terdapat dalam kasus medik. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji pola penalaran hakim dalam memaknai hubungan antara ketiga aspek tersebut serta konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan ketiganya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, Logika berpikir yang digunakan adalah logika deduktif dan induktif. Penelitian ini bertumpu pada data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan atas kasus medik yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research). Data sekunder tersebut kemudian dianalisis dengan penafsiran/interpretasi dan konstruksi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua pola penalaran hakim dalam membedakan etika, disiplin profesi, dan hukum dalam kasus medik, yaitu: Pertama, Kelompok Hakim yang Memisahkan Hukum Secara Tegas dari Etika dan Disiplin Profesi; Kedua, Kelompok Hakim yang Memisahkan Hukum Tidak Secara Tegas dari Etika dan Disiplin Profesi. Selain itu, terdapat keberagaman pola penalaran hakim dalam memaknai hubungan antara ketiga aspek tersebut, di antaranya: dalam kasus medik perdata, hakim cenderung menggunakan hasil justifikasi dari perspektif etika dan/atau disiplin profesi untuk menjustifikasi ada/tidaknya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh dokter; dalam kasus medik tata usaha negara, hakim memiliki kecenderungan untuk menggunakan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) untuk menguji prosedur penegakan disiplin profesi yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI); sedangkan dalam kasus medik pidana, hakim menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari perspektif etika dan/atau disiplin profesi untuk menyatakan terpenuhi/tidak terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh dokter. |
en_US |