Abstract:
Diskresi sebagai penggunaan kewenangan diluar ketentuan yang ada, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan pelayanan publik. Diskresi menjadi semakin penting dilakukan ketika sektor publik menghadapi kondisi bencana, dimana banyak permasalahan membutuhkan respon yang cepat. Meskipun demikian, terdapat indikasi bahwa kewenangan telah disalahgunakan menjadi perilaku korupsi (discretionary corruption). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk discretionary corruption yang terjadi selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Untuk tujuan identifikasi bentuk-bentuk discetionary corruption, kajian konseptual dilakukan terhadap berbagai referensi yang relevan dengan discretionary corruption. Metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus kolektif digunakan dalam penelitian ini dengan analisis terhadap 180 kasus korupsi yang terjadi selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan data sekunder tren penindakan kasus korupsi yang dihimpun ICW. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 kasus discretionary corruption yang terjadi selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Dari 5 kasus tersebut, teridentifikasi 4 bentuk discretionary corruption yang berbeda. Bentuk bentuk discretionary corruption tersebut meliputi penyalahgunaan wewenang dalam memberikan atau menerima suap, penyalahgunaan wewenang untuk manipulasi harga atau biaya untuk kepentingan pribadi, penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan, dan penyalahgunaan wewenang dalam mengalokasikan dana untuk proyek atau kegiatan fiktif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh temuan bahwa seluruh bentuk dan kasus discretionary corruption pada pandemi COVID-19 berkaitan langsung dengan program penanggulangan COVID-19. Rekomendasi yang dirumuskan dari penelitian ini yaitu pemerintah perlu menyusun mekanisme transparansi dan akuntabilitas program pada situasi darurat untuk mengurangi potensi discretionary corruption. Selain itu, diperlukan upaya penelitian lebih lanjut terkait discretionary corruption pada kondisi darurat lainnya selain pandemi COVID-19.