Abstract:
Sektor industri food and beverage (f&b) di Indonesia pasca pandemi Covid 19 mulai mereda, semakin bergairah. Perkembangan teknologi yang semakin masif seperti penggunaan sosial media yang semakin marak digunakan, menjadi salah satu variabel yang menimbulkan gairah para pelaku bisnis pada industri f&b ini sendiri. Sektor industri ini kian menarik karena kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Begitu banyaknya sumberdaya yang tersedia baik bahan baku ataupun manusia, mengakibatkan tersedianya kemudahan bagi para pelaku bisnis untuk membuka bisnis di sektor ini. Namun oleh karena hal ini pula, persaingan di sektor industri ini menjadi sangat ketat. Oleh karenanya, para pelaku bisnis harus bersaing dengan begitu banyaknya pesaing di sektor industri ini. Para pelaku bisnis saling berlomba untuk menarik basis konsumen yang lebih luas dari kompetitornya, dan berusaha mengungguli kompetitor lain. Dengan alasan tersebut, pelaku bisnis di industri ini harus dapat menentukan perhitungan biaya dan penetapan harga yang tidak hanya detail, akurat, dan tepat agar dapat bersaing di sektor industri ini. Dalam menentukan biaya dan menetapkan harga jual produk yang merupakan salah satu prioritas utama perusahaan yang erat kaitannya dengan laba perusahaan, diperlukan tinjauan yang lebih lanjut dan mandalam terhadap Harga Pokok Produksi (HPP) dari suatu produk. Oleh karena itu, kehadiran dari Activity-Based Costing (ABC), sangat penting pada sektor industri ini, terutama pada Cafe Taman Teduh, dimana penelitian ini dilakukan. ABC dikembangkan untuk menyediakan langkah-langkah yang lebih akurat dalam membebankan biaya tidak langsung dan juga sumber daya pendukung ke dalam aktivitas-aktivitas, proses bisnis, produk, jasa, pemasok, maupun pelanggan. ABC menjadi sangat penting, terutama karena banyak pelaku bisnis di sektor industri f&b bahkan tidak mengenal ap aitu biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung yang sangat sulit untuk ditelusuri dan juga dialokasikan, akan dibebankan terhadap aktivitas-aktivitas pada ABC. Dengan dapat menjabarkan aktivitas-aktivitas dan biaya apa saja yang terdapat dalam proses produksi, HPP yang dijabarkan dapat menjadi lebih detail, tepat, dan akurat. Pada penelitian ini, produk yang diteliti adalah tiga produk minuman dengan penjualan tertinggi pada masing-masing sub kategori yang ada. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi secara langsung ke perusahaan dan juga dengan melakukan wawancara secara langsung baik kepada pemilik maupun karyawan Cafe Taman Teduh. Perusahaan yang menjadi objek peneltian adalah Cafe Taman Teduh, yang merupakan sebuah usaha dalam kategori Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berlokasi di Kota Semarang. Setelah HPP produk yang telah ditentukan dihitung dengan menggunakan ABC yang kemudian dibandingkan dengan perhitungan yang telah dilakukan oleh perusahaan, diketahui bahwa ketiga produk tersebut mengalami under costed dan terjadi perbedaan perhitungan gross profit yang terjadi. Produk dulcifer mengalami under costed sebesar Rp 4,620, matcha latte sebesar Rp 2,593, dan manual brew sebesar Rp 15,061. Cafe Taman Teduh diharapkan mempertahankan performa penjualan dulcifer dan matcha latte, sedangkan untuk produk manual brew perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap kepemilikan dan penggunaan aset coffee grinder yang bernama Mahlkonig EK43, yang dimana biaya penyusutannya dengan menggunakan budgeted capacity merupakan salah satu kontributor biaya terbesar pada HPP-nya.