Pemanfaatan Politicized Collective Identity dalam gerakan sosial #MeToo di Korea Selatan tahun 2018-2020

Show simple item record

dc.contributor.advisor Valerisha, Anggia
dc.contributor.author Margaretha, Fiona
dc.date.accessioned 2024-08-23T07:42:43Z
dc.date.available 2024-08-23T07:42:43Z
dc.date.issued 2024
dc.identifier.other skp45653
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/18395
dc.description 10508 - FISIP en_US
dc.description.abstract Gerakan #MeToo dimulai di negara Amerika Serikat dan berhasil berkembang menjadi suatu gerakan sosial global dengan bantuan globalisasi, media sosial, dan jurnalisme. Sebagai gerakan sosial yang cenderung merepresentasikan pengalaman kehidupan sebagai perempuan, gerakan ini berhasil menarik perhatian masyarakat dunia, tak terlepas negara Korea Selatan. Korea merupakan negara dengan budaya patriarki yang masih kuat, dan ini menjadi salah satu penyebab adanya penolakan terhadap gerakan feminis seperti #MeToo di negara tersebut. Masalah dalam penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa terlepas dari adanya penolakan yang cukup keras dari masyarakat terhadap para feminis, #MeToo dapat berkembang pesat di Korea Selatan dan membawa banyak perubahan positif mulai dari kehidupan penyintas hingga perubahan institusional dalam negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pemanfaatan politicized collective identity dalam gerakan #MeToo di Korea Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan: “Bagaimana politicized collective identity dimanfaatkan dalam gerakan sosial #MeToo di Korea Selatan tahun 2018-2020?”. Tulisan ini menganalisis kasus tersebut dengan menggunakan teori-teori gerakan sosial dan teori politicized collective identity dalam psikologi politik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus serta menggunakan data-data sekunder seperti dokumen resmi pemerintah, laporan, artikel pada media massa, dan sumber-sumber internet yang valid. Dalam penelitian ini ditemukan setidaknya 4 (empat) jenis identitas-identitas kolektif yang dipolitisasi, yaitu 1) identitas sebagai penyintas, 2) identitas sebagai pekerja, 3) identitas sebagai perempuan, dan 4) identitas sebagai feminis. Keempat politicized collective identity tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai motivasi partisipan gerakan #MeToo untuk tetap beraksi dan sebagai salah satu aspek untuk menangkal aksi kelompok anti-feminis. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik - UNPAR en_US
dc.subject GERAKAN SOSIAL en_US
dc.subject #METOO en_US
dc.subject IDENTITAS KOLEKTIF en_US
dc.subject FEMINIS en_US
dc.subject PATRIARKI en_US
dc.subject KOREA SELATAN en_US
dc.title Pemanfaatan Politicized Collective Identity dalam gerakan sosial #MeToo di Korea Selatan tahun 2018-2020 en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM6092001067
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0429088704
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI609#Ilmu Hubungan Internasional


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account