dc.description.abstract |
Interdependensi audiens terhadap produk film Disney perlahan menggeser orientasi
media menjadi lebih terbangun, visioner, dan progresif terhadap nilai-nilai
kesetaraan berbasis rasial dan gender atau yang lazim dikenal sebagai woke culture.
Kendatipun, upaya Disney dalam menunjukkan sinonimitas woke faktanya kerap
kali menimbulkan polemik di mata publik internasional. Dalam penelitian, peneliti
berfokus pada kontroversi penolakan publik terhadap nilai-nilai woke melalui
metode studi kasus film Live-Action Disney Princesses: Mulan (2020) dan The
Little Mermaid (2023). Guna menjawab pertanyaan penelitian, “Mengapa
inklusivitas woke Disney dalam film Live-Action Mulan dan The Little Mermaid
menimbulkan penolakan publik internasional?” peneliti menggunakan pendekatan
teori Media Dependency System dan Feminisme Women of Color sebagai kacamata
analisis. Dari penelitian, didapati bahwa penolakan publik terhadap kedua adaptasi
film tersebut diakibatkan oleh dua faktor. Pertama, Disney dinilai menggunakan
nilai woke untuk kepentingan komersil dengan memanfaatkan ketergantungan
audiens sebagai komoditas kapitalistik. Kedua, upaya Disney dalam menghadirkan
alternatif narasi baru tentang diversitas perempuan tidak sejalan dengan pandangan
maupun stereotip keberagaman perempuan yang telah terkonstruksi dan diyakini
masyarakat secara sosial. Antipati publik internasional yang dicerminkan oleh
Tiongkok, Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, Thailand, dan Britania Raya ini
penting untuk ditinjau mengingat besarnya pengaruh informatif Disney selaku
entitas media Amerika Serikat. |
en_US |