dc.description.abstract |
Korea Selatan merupakan salah satu negara di dunia yang secara aktif menggunakan
kebudayaan sebagai alat soft power negaranya berupa hallyu terdiri dari produk
kebudayaan non tradisional seperti musik melalui K-pop, film, serial televisi, acara
hiburan, tren mode, dan gaya hidup untuk memenuhi kepentingan negara dan
melaksanakan kebijakan luar negeri Korea Selatan. Pada tahun 2016, Tiongkok
menjatuhkan sanksi pelarangan hallyu setelah Korea Selatan dan Amerika Serikat
menyetujui program pengembangan Terminal High Altitude Area Defense (THAAD)
dan membuat hubungan kedua negara menjadi menegang serta menyebabkan hallyu
tidak dapat diimpor ke Tiongkok. Untuk melihat bagaimana upaya diplomasi publik
Korea Selatan dalam mengatasi pelarangan hallyu oleh Tiongkok dengan adanya
perkembangan hubungan kebijakan pelarangan hallyu , maka dapat dilihat dari upaya
diplomasi publik dengan instrumen cultural diplomacy, advocacy, dan international
broadcasting yang dilakukan oleh Korea Selatan serta melalui perkembangan hallyu di
Tiongkok hingga September 2021 untuk mengetahui kemungkinan kebijakan
pelarangan hallyu dapat dihapuskan atau diperketat di masa yang akan datang. Cultural
diplomacy melihat langkah Korea Selatan melalui kebijakan luar negeri News Southern
Policy (NSP). International broadcasting dengan melihat langkah promosi sejumlah
artis SM dan YG Entertainment melalui kerjasama dengan aplikasi Huya Live dan
iQIYI asal Tiongkok. Advocacy melalui upaya Korea Selatan dalam melayangkan
keluhan di World Trade Organization (WTO) terhadap Tiongkok pada Maret 2017.
Perkembangan pelarangan hallyu hingga September 2021 ditemukan sejumlah langkah
pemerintah Tiongkok yang justru memperketat pelarangan hallyu. |
en_US |