Abstract:
PT X merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi komponen elektronika dengan sistem produksi make to order (MTO). Bahan baku merupakan hal yang krusial bagi perusahaan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun beberapa kali, persediaan bahan baku melebihi kapasitas gudang. Akibat hal tersebut, biaya persediaan terdampak meningkat seiring dengan banyaknya jumlah bahan baku yang disimpan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan direktur PT X, diketahui bahwa dalam memperkirakan persediaan bahan baku hanya berdasarkan intuisi dan perkiraan penggunaan bahan baku dalam periode sebulan.
Pada penelitian ini, diusulkan penerapan metode forecasting untuk mengestimasi kebutuhan bahan baku sehingga dapat mendekati keadaan aktual. Selain itu, juga mengadaptasi model P (periodic review system) dengan meggunakan metode EOQ untuk mengetahui kuantitas pemesanan paling ekonomis dalam sekali pemesanan. Tidak hanya itu, melalui metode EOQ juga dapat diketahui frekuensi pemesanan dan jarak waktu atau interval antara satu pemesanan dengan pemesanan yang lainnya. Lebih dari itu metode EOQ bertujuan untuk melengkapi hasil dari metode forecasting yang hanya menghasilkan peramalan jumlah kebutuhan bahan baku pada periode berikutnya.
Metode forecasting terpilih berdasarkan nilai error terkecil yang mana metode moving average dengan pergerakan rata-rata tiga bulan. Metode tersebut memiliki nilai MAPE sebesar 13,49%, MAD sebanyak 4.451,651 kg, dan MSE sebanyak 32.000.234.21 kg. Hasil forecast tersebut digunakan sebagai data kebutuhan bahan baku pada metode EOQ. Dari hasil perhitungan menggunakan metode EOQ, diperoleh jumlah kuantitas bahan baku sebanyak 30.015 kg setiap melakukan pemesanan, jumlah frekuensi pemesanan sebanyak 24 kali dalam satu tahun, dan interval antar pemesanan selama 15 hari. Pada akhirnya dilakukan perbandingan terhadap biaya persediaan sebelum dan setelah menerapkan kedua metode tersebut. Perbandingan menunjukan bahwa setelah menerapkan kedua metode, diperoleh total biaya persediaan yang cenderung lebih rendah yaitu sebesar Rp 84.747.396. atau dengan kata lain terjadi penghematan biaya sekitar 10,02%. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penerapan kedua metode memberikan dampak yang positif terhadap pengurangan biaya persediaan.