Abstract:
Konsep kesetaraan gender belum dapat terlaksana dengan baik di Indonesia akibat mengakarnya budaya patrilineal serta terdapat pandangan di tengah masyarakat yang menganggap bahwa salah satu gender lebih superior dibandingkan dengan gender lainnya. Pemerintah serta lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengupayakan berbagai hal agar mengurangi dan menghilangkan perilaku diskriminasi gender yang masih terjadi. Sebagai contoh, jumlah jam kerja serta upah yang diterima karyawan wanita sering kali berada di bawah jumlah yang diterima karyawan pria. Oleh karena itu, demi mendukung tujuan untuk mencapai kesetaraan gender, pemimpin berbagai negara yang tergabung dalam PBB sepakat untuk menyusun konsep Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Konsep ini terdiri dari 17 tujuan keberlanjutan dengan salah satu tujuannya adalah untuk mencapai kesetaraan gender dan tertuang dalam tujuan nomor lima. Industri konstruksi sebagai salah satu bidang yang penting bagi negara tidak luput dari permasalahan mengenai gender. Adanya pandangan bahwa kegiatan konstruksi berhubungan dengan industri yang kotor dan keras sering kali menjadi penghambat bagi kaum wanita untuk ikut terlibat di dalamnya. Perusahaan konstruksi dapat mematahkan stigma ini dengan ikut berpartisipasi dalam menjunjung tinggi kesetaraan gender di lingkungannya melalui pelaksanaan kegiatan keberlanjutan yang terkait. Kegiatan ini kemudian dapat dituangkan dalam sebuah laporan keberlanjutan yang disusun berdasarkan sebuah pedoman yang bersifat global, salah satunya adalah GRI Standards. Pedoman ini mengandung indikator yang berhubungan dengan kesetaraan gender, seperti indikator GRI 405-2 yang membahas cara perusahaan dalam mengungkapkan rasio gaji serta remunerasi yang diperoleh karyawan pria dibandingkan dengan karyawan wanita. Penelitian ini dilaksanakan dengan memanfaatkan metode penelitian berupa metode deskriptif serta menggunakan teknik analisis data berupa analisis konten (content analysis). Proses analisis yang dilaksanakan dengan membandingkan antara pengungkapan kesetaraan gender yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dengan tujuh indikator GRI yang terkait serta membandingkan kinerja pengungkapan kesetaraan gender antar perusahaan. Data yang digunakan sebagai sumber untuk penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari 19 laporan keberlanjutan yang telah diterbitkan oleh 7 perusahaan konstruksi di Indonesia pada tahun 2018 hingga 2020. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar perusahaan telah mengungkapkan kinerja kesetaraan gender dengan jelas dalam laporan keberlanjutannya. Indikator yang senantiasa diungkapkan oleh seluruh perusahaan mengenai rata-rata jam pelatihan serta keberagaman karyawan dalam perusahaan. Pengungkapan yang dilakukan semakin bertambah jumlahnya setiap tahun, namun masih banyak perusahaan yang mengungkapkan kinerjanya tidak mengikuti kriteria dari sub-indikator yang ada sehingga tidak mendapat skor yang baik. Selain itu, masih terdapat indikator yang tidak diungkapkan oleh setiap perusahaan pada tahun 2018 hingga 2020, yakni mengenai upah minimum yang dijadikan rujukan apabila tidak terdapat peraturan mengenai upah minimum regional maupun jumlahnya berbeda pada setiap wilayah operasional perusahaan yang penting. Perusahaan konstruksi di Indonesia sebaiknya meningkatkan kinerjanya dalam memenuhi kriteria indikator yang belum tercapai serta mempertahankan kinerjanya atas indikator yang sudah terpenuhi agar kesetaraan gender dapat terlaksana dengan baik.