Abstract:
Beberapa tahun terakhir, aktivitas manusia yang menimbulkan gas rumah kaca telah mengubah iklim dunia secara negatif. Perubahan iklim sendiri dapat disebabkan oleh alam dan manusia. Namun, karena perubahan iklim yang disebabkan oleh alam adalah hal yang tidak dapat dihindari, definisi perubahan iklim dipusatkan pada penyebab yang disebabkan oleh manusia, yaitu emisi karbon. Perusahaan pertambangan merupakan pelaku utama penyumbang emisi karbon. Di sisi lain, pemerintah terus berupaya untuk menekan emisi karbon tersebut untuk mencapai target net zero emission. Karena tekanan dari pemerintah untuk menurunkan emisi karbon, perusahaan pertambangan akhirnya menyusun laporan keberlanjutan untuk mengkomunikasikan kinerjanya. Dalam penyusunan laporan keberlanjutan, perusahaan biasanya mengacu pada pedoman yang dikenal dengan nama GRI Standards. GRI Standards merupakan pedoman pelaporan keberlanjutan yang diterbitkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) untuk membantu perusahaan mengkomunikasikan kinerja keberlanjutannya. Dengan semakin banyak isu lingkungan yang bermunculan, GRI Standards terus ditingkatkan dan diperluas, salah satunya dengan menambahkan topic standards baru seperti GRI 305 mengenai emisi. Karena mampu mencakup semua isu lingkungan, GRI Standards menjadi kerangka pelaporan keberlanjutan yang paling banyak digunakan secara global. Menggunakan standar ini juga membuat perusahaan memiliki laporan keberlanjutan dengan komparabilitas yang tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan satu variabel penelitian, yaitu analisis kesesuaian pengungkapan emisi karbon berdasarkan GRI Standards. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan keberlanjutan milik 4 perusahaan pertambangan di Indonesia pada tahun 2019-2020 yang meraih peringkat platinum pada Asia Sustainability Reporting Rating 2019. Keempat perusahaan pertambangan yang dipilih sebagai unit penelitian dalam penelitian ini adalah PT Agincourt Resource, PT Aneka Tambang Tbk., PT Vale Indonesia Tbk., dan PT Indo Tambangaraya Megah Tbk.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja emisi karbon berdasarkan GRI Standards pada perusahaan pertambangan di Indonesia yang meraih peringkat platinum pada Asia Sustainability Reporting Rating 2019 memiliki hasil yang belum cukup baik namun sudah mengarah ke arah yang lebih baik. Hal ini terlihat dari skor rata-rata kesesuaian pengungkapan emisi karbon yang secara keseluruhan mengalami peningkatan, dari 38,96% pada tahun 2019 menjadi 52,06% pada tahun 2020. Tidak ada satupun perusahaan yang sama sekali tidak melakukan pengungkapan terkait emisi karbon. Bahkan pada tahun 2020, terdapat dua perusahaan yang hampir mengungkapkan seluruh indikator terkait emisi karbon, yaitu PTAR dan ITM yang masing-masing mengungkapkan 10 dari 12 indikator. Indikator 302-1, 305-4, dan 305-7 menjadi indikator yang selalu diungkapkan oleh seluruh perusahaan. Sedangkan indikator 302-2 menjadi indikator yang tidak pernah diungkapkan oleh satu pun perusahaan. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan antar perusahaan, PTAR menjadi perusahaan pertambangan yang memperoleh skor rata-rata pengungkapan emisi karbon tertinggi pada tahun 2019 dengan skor 48,81%. Sementara di tahun 2020, INCO menjadi perusahaan pertambangan yang memperoleh skor rata-rata pengungkapan emisi karbon tertinggi dengan skor 61,73%. Di sisi lain, ANTAM menjadi perusahaan pertambangan yang memperoleh skor rata-rata pengungkapan emisi karbon terendah selama 2019-2020 dengan skor 26,96%.