Abstract:
Plastik merupakan suatu hal yang umum kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat menemukan produk plastik dalam lingkungan kita dengan cukup mudah, seperti plastik pembungkus makanan, plastik kemasan makanan bergambar, dan kantong plastik. Keberadaan plastik yang umum ditemukan di lingkungan sekitar, menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia atas produk ini cukup signifikan. Selain itu, diprediksi bahwa tren pertumbuhan bisnis kemasan plastik akan mengalami kenaikan sepanjang tahun 2022. Tingginya tingkat konsumi plastik fleksibel di Indonesia meningkatkan minat banyak pengusaha untuk memulai bisnis manufaktur produk plastik. Semakin banyak pendatang baru yang datang ke dalam industri ini, tentu saja akan memperketat persaingan yang terjadi. Bagi banyak perusahaan manufaktur, penetapan harga jual produk merupakan kunci keberhasilan perusahaan, oleh karena itu perusahaan memerlukan informasi harga pokok produk yang akurat.
Untuk mendapatkan informasi harga pokok produk yang akurat, maka perusahaan perlu menggunakan sistem pembebanan biaya yang baik. Sistem tersebut adalah activity based costing system (sistem ABC). Sistem ABC merupakan sebuah metode pembebanan biaya yang melakukan pembebanan biayanya terhadap aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan objek biaya. Sistem ABC akan melakukan klasifikasi terhadap biaya langsung dan biaya tidak langsung, mengidentifikasi aktivitas yang terjadi, menentukan activity drivers aktivitas, membebankan biaya tidak langsung kepada aktivitas sesuai dengan cost hierarchy, dan membebankan biaya langsung dan tidak langsung terhadap objek biaya. Penelitian ini menggunakan model deskriptif-analisis untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di CV BJS, yaitu penggunaan sistem tradisional untuk menghitung harga pokok produknya. Kemudian, peneliti akan membandingkan selisih harga pokok produksi menurut perhitungan CV BJS dan harga pokok produksi menurut perhitungan Activity Based Costing System. Selanjutnya, peneliti akan melakukan analisis mengenai peran perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem ABC terhadap penentuan harga jual plastik PP 12X25X03, PP 10X13X03, dan PP 40X60X03 di CV BJS. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa CV BJS telah melakukan overcosting terhadap harga pokok produknya, sehingga terjadi selisih harga pokok produk sebesar Rp.676,93 pada plastik PP 12X25X03, Rp.958,92 pada plastik PP 10X13X03, Rp.399,41 pada plastik PP 40X60X03. Oleh karena itu, pada saat perusahaan menerapkan markup terhadap harga pokok produksi sebesar 10%, diketahui pula bahwa terjadi selisih harga jual antara perhitungan dengan sistem tradisional dan sistem ABC pada plastik PP ukuran 12X25X03 sebesar Rp.744,62, plastik PP ukuran 10X13X03 sebesar Rp.1.054,81, dan plastik PP ukuran 40X60X03 sebesar Rp.439,35. Perhitungan menggunakan sistem ABC menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan cara tradisional akan menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang terlalu tinggi. Sebagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan, tentu overcosting yang terjadi akan merugikan perusahaan, karena customer akan menilai bahwa produk ini memiliki harga yang terlalu tinggi, sehingga mereka akan lebih enggan untuk membeli produk tersebut. Overcosting juga membuka kesempatan bagi pesaing untuk menarik customer dari CV BJS ke perusahaan mereka. Peneliti menyarankan perusahaan untuk mulai menerapkan sistem ABC untuk menentukan harga pokok produknya, dan tidak hanya membebankan biaya-biaya material saja dalam perhitungan harga pokok produknya, selain itu, ada baiknya juga apabila perusahaan memberikan diskon atau jangka waktu pembayaran piutang yang lebih panjang bagi distributornya yang memiliki histori pembayaran piutang yang baik dan jumlah pembelian yang tinggi atau konstan.