dc.description.abstract |
Amerika Serikat di bawah pemerintahan Bill Clinton di 1993 hingga akhir
pemerintahan Barack Obama di 2015 memiliki hubungan dengan Tiongkok yang
kooperatif, tetapi juga konfliktual. Meskipun memiliki nuansa konfliktual, tidak ada
perang dagang yang terjadi. Namun, ketika di bawah pemerintahan Trump,
Amerika Serikat menginisiasi perang dagang dengan Tiongkok pada tahun 2018.
Sebelumnya, tidak ada penelitian yang membahas isu ini dengan kerangka teori
Personality as a Factor in Foreign Policy Making oleh Aamir Ahmed Khuhro.
Penelitian ini dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana
pengaruh faktor idiosinkratik Donald Trump terhadap perang dagang Amerika
Serikat dan Tiongkok pada tahun 2018 sampai 2020?" dengan menggunakan
metode kualitatif atau secara lebih mendalam metode penelitian psikografi. Adapun
tulisan ini berada dalam studi hubungan internasional karena menyangkut kebijakan
luar negeri, spesifiknya pengambilan keputusan kebijakan luar negeri di tingkat
individu, di mana pengambilan keputusan di tingkat individu dapat berdampak
terhadap hubungan antar dua negara. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa faktor
idiosinkratik Trump yang mencakup pandangan terhadap dunianya yang konfliktual
berpengaruh terhadap kebijakan perang dagang, seperti terus memberikan ancaman
dan hukuman terhadap Tiongkok. Selain itu, faktor idiosinkratik gaya berpolitik
pribadi Trump yang transaksional juga berpengaruh dan terlihat ketika perjanjian
Phase One lebih banyak menguntungkan Amerika Serikat dan kepentingan
pribadinya, meskipun Trump memiliki batas kemampuan dari perilaku kebijakan
luar negeri yang rendah. Ini disebabkan oleh Trump yang ingin menjadi dominan
dalam pengambilan keputusan. Akhirnya, ambisi Trump untuk menjadi pemenang,
dominan, dan pandangannya yang konfliktual membuat perang dagang berlangsung
sejak 6 Juli 2018 dengan berbagai ancaman dan hukuman dari Amerika Serikat ke
Tiongkok, sekaligus membuat perang dagang dapat dihentikan sementara di 15
Januari 2020. |
en_US |