dc.description.abstract |
Australia dan Tiongkok telah menjalin hubungan bilateral sejak tahun 1974.
Seiring perkembangan, kedua negara memiliki ketergantungan ekonomi satu sama
lain. Pada 2007, Tiongkok mengalahkan Jepang menjadi mitra dagang utama bagi
Australia. Kemudian, pada 2015, kedua negara menandatangani ChAFTA yang
semakin membuka peluang bagi hubungan ekonomi. Namun, sejak 2018, Australia
melakukan tindakan-tindakan ofensif terhadap Tiongkok yang memberikan
dampak negatif bagi hubungan ekonomi kedua negara. Perubahan arah kebijakan
luar negeri Australia ini mulai terlihat ketika Australia melarang operasi 5G Huawei
dan ZTE dari Tiongkok di negaranya. Diikuti dengan berbagai tindakan lainnya,
Tiongkok mulai menunjukkan kekecewaan hingga akhirnya menerapkan sanksi
ekonomi pada beberapa komoditas ekspor Australia. Oleh sebab itu, penelitian ini
mencoba untuk menjawab pertanyaan, yaitu “Apa faktor eksternal dan internal
yang menyebabkan penurunan hubungan ekonomi Australia-Tiongkok pada 2018-
2020 ditinjau dari sisi Australia?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, digunakan
teori Realisme Neoklasik oleh Gideon Rose yang menyatakan bahwa politik luar
negeri suatu negara dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Akan didukung
pula dengan konsep Kepentingan Nasional oleh Hans J. Morgenthau yang insideout
dan Kenneth N. Waltz yang outside-in. Terdapat 3 faktor eksternal, yang
menyebabkan penurunan hubungan ekonomi oleh Australia ini, yaitu konflik LCS,
intervensi Tiongkok pada politik domestik Australia, dan konflik AS-Tiongkok.
Kemudian, faktor eksternal tersebut memengaruhi 4 faktor internal, yaitu
perubahan pandangan dalam Buku Putih Kebijakan Luar Negeri Australia pada
2017, ketergantungan ekonomi Australia yang berlebihan pada Tiongkok, opini
publik Australia, dan Sinophobia di masyarakat. |
en_US |