Abstract:
Semenanjung Korea telah dipisahkan untuk waktu yang lama. Terlepas dari
berbagai komitmen dan upaya, Korea Utara dan Korea Selatan gagal
mengimplementasikan janji untuk menyatukan kembali semenanjung. Skripsi ini
menggunakan teori konstruktivisme dan teori identitas sosial untuk analisa
mendalam tentang identitas yang membentuk Korea Utara dan Korea Selatan, yang
membuatnya berbeda dibandingkan dengan penelitian lain yang berkutat pada isu
reunifikasi Korea. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan di balik tidak
signifikannya kemajuan reunifikasi. Data diperoleh dari penyataan resmi, naskah
deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi antar-Korea, dan situs web resmi pemerintah.
Metode kualitatif akan digunakan untuk menganalisa inisiatif perdamaian dan
bagaimana hal tersebut mendorong reintegrasi damai terjadi di semenanjung
Korea. Berbanding terbalik dengan asumsi yang seringkali dikemukakan, identitas
dalam kaitannya dengan reunifikasi Korea, adalah pisau bermata dua. Di satu sisi
identitas dapat menjadi pendorong terjadinya reunifikasi, namun di sisi lain justru
dapat bertindak sebagai penghambat dan penghancur. Temuan dalam skripsi ini
mengindikasikan bahwa Korea masih jauh dari kata reintegrasi selama kedua
negara belum berhasil menjembatani perbedaan identitas, ide, dan kepentingan
secara bersamaan. Meskipun begitu, baik Korea Utara dan Korea Selatan telah
melakukan kontak kerjasama. Bagian akhir dari skripsi ini mengelaborasi
identitas, ide, dan kepentingan kedua Korea terhadap proses sosial di antara kedua
negara.